Putusan judicial review Mahkamah Agung terhadap Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan yang membatalkan kenaikan iuran BPJS tidak berpengaruh terhadap pelayanan rumah sakit, kata dr. Dodo Anondo Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Jawa Timur.
“Naik atau tidak, tidak ada pengaruhnya karena pelayanan rumah sakit itu tetap bagus sesuai standar. Tarif pelayanannya pun tidak naik,” ujarnya kepada Radio Suara Surabaya, Selasa (10/3/2020) pagi.
Dodo mengungkapkan, selama ini rumah sakit justru memiliki banyak piutang dari BPJS. Saat ada kenaikan tarif, pihak rumah sakit berharap BPJS bisa membayar utangnya ke rumah sakit lebih cepat. Namun dengan adanya pembatalan kenaikan iuran BPJS ini, mungkin pembayaran BPJS ke rumah sakit akan mundur.
“Sebetulnya kemarin sudah lancar pembayarannya meski banyak juga yang belum terbayar. Sebagian besar sudah dibayar sampai Desember 2019. Lainnya baru sampai Oktober atau Nobember. Sementara, piutang mulai Januari sampai sekarang belum terbayar. Selama ini biasanya pembayaran mundur 3 hingga 5 bulan,” kata Dodo.
Kalau BPJS telat membayar sampai 6 atau 7 bulan, kata Dodo, rumah sakit bisa kolaps karena tidak bisa membeli obat. Masyarakat juga yang akan kesulitan mengakses layanan kesehatan.
“Karena ini program pemerintah, rumah sakit pemerintah atau swasta harus melayani. Kecuali kalau rumah sakitnya ambruk atau kolaps karena tidak bisa membeli obat ya bagaimana,” ujarnya.
Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia sudah mengkonfirmasi tindak lanjut putusan Mahkamah Agung kepada BPJS, tapi BPJS menyatakan pihaknya belum menerima salinan putusan tersebut.(iss/rst)