Jumat, 22 November 2024

Pakar Komunikasi Unair: Penerapan PSBB Selama Ini Tidak Efektif

Laporan oleh Anggi Widya Permani
Bagikan
Suko Widodo Dosen Komunikasi Unair. Foto: Istimewa

Suko Widodo Pakar Komunikasi Politik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya menilai, penerapan PSBB dan protokol kesehatan yang selama ini berlangsung tidak efektif. Hal itu menyusul, penambahan kasus Covid-19 yang menurutnya kian memprihatinkan.

Bahkan, kata dia, PSBB Tahap 2 yang masih berlangsung ini bisa terancam gagal seperti Tahap 1. Itu karena penerapan PSBB sangat longgar dan tidak adanya konsep penyiapan warga, tidak adanya konsep komunikasi preventif yang efektif, serta kurang maksimalnya penyiapan fasilitas kesehatan.

Lebih lanjut, praktik PSBB dan protokol kesehatan belum diterapkan secara disiplin sesuai ketentuan. Akibatnya banyak perilaku sosial yang tidak mendukung penerapan PSBB. Dalam hal ini, masyarakat tidak pernah dilibatkan maksimal dalam penyelanggaraan PSBB.

“Mereka, sebagian besar hanya sebagai sasaran program saja. Selama ini warga hanya dianjurkan untuk di rumah saja. Dampak kejenuhan tak pernah diperhitungkan. Jika diperhitungkan, tidak diberikan solusi. Sejauh ini diminta dengan komunikasi daring/online. Padahal ini juga sesuatu new normal yang tidak mudah dilakukan, utamanya untuk generasi tua,” kata Suko, berdasarkan rilis yang diterima suarasurabaya.net, Senin (25/5/2020).

“Bukan hanya soal kemampuan mempelajari teknologinya, tetapi fasilitasnya pun belum tentu semua warga memiliki. Lihat sejumlah kasus, seperti kesulitan ortu membimbing putranya mengerjakan PR dari sekolah,” tambahnya.

Suko juga mengungkapkan, komunikasi publik sebagai kendali untuk melaksanakan PSBB dan protokol kesehatan melahirkan banyak distorsi informasi. Menurutnya, hal itu tidak juga disiapkan manajemen edukasi dan konsultatif, sehingga banyak terjadi penolakan atas pesan yang disampaikan ke warga.

Selain itu, fasiltas komunikasi publik hanya bertumpu pada online, yang belum tentu semua masyarakat akrab dengan pola komunikasi online. Fasilitas kesehatan yang disediakan juga belum mampu menampung secara ideal untuk merawat pasien Covid-19 dalam jumlah banyak.

“Melihat laju penambahan orang terpapar, maka RS yang tersedia bakal tak mampu menampungnya,” ujarnya.

Selama ini, kata dia, kebijakan penanganan kurang memperhatikan prinsip sains (ilmu pengetahuan). Tidak hanya ilmu kesehatan, tetapi juga ilmu pengetahuan lainnya seperti ilmu sosial, ilmu hukum, psikologi dan lain-lain. Artinya, kebijakan ini kurang menyertakan dasar ilmiah yang memadai.

Kalangan sains dan ilmuwan tidak dilibatkan secara penuh. Demikian juga, aktivis sosial yang memiliki pengalaman dalam menangani problem sosial, tidak dilibatkan. Suko menilai, pemerintah cenderung sibuk dengan problem administratif, dan berselebrasi. Kebingungan mencari “permisif” dan mencari pembenar secara sepihak.

“Kita semua harus belajar dan mengevaluasi bersama atas ketidak-efektifan penerapan kebijakan PSBB di berbagai daerah dan penerapan protokol kesehatan. Kita tak perlu malu untuk memperbaiki. Karena itu jika kondisi mau cepat membaik, maka perlu pelibatan sungguh-sungguh elemen di luar pemerintahan. Demikian juga, kalangan politisi mestinya juga diminta memberi masukan berdasarkan aspirasi masyarakat,” terangnya.

“Selama ini, para petugas lapangan (polisi, satpol, relawan dll) telah bekerja keras menghadapi masyarakat (situasi sosial yang rumit) dan tenaga medis telah habis-habisan bertarung menangani pasien. Tetapi akan sia-sia apa yang petugas lapangan dan petugas medis lakukan, jika kebijakan PSBB dan protokol kesehatan tidak dijalankan secara komprehensif,” tambahnya.

Untuk itu, pihaknya memberikan beberapa rekomendasi agar penerapan PSBB berjalan disiplin. Di antaranya, agar turut melibatkan relawan terlatih seperti Pramuka, PMR, aktivis masyarakat, dan lainnya untuk diturunkan ke masyarakat.

Mereka bisa diberikan latihan singkat dan massif kepada para Tim Pendamping (kalangan relawan). Nantinya, mereka bertugas untuk memberikan edukasi dan konsultasi melakukan penerapan protokol kesehatan secara optimal.

“Selain itu juga selenggarakan Manajemen Komunikasi Publik yang efektif. Libatkan industri media (radio, televisi, koran, online), untuk menjadi komunikator pencegahan Covid-19. Buat arus informasi mengalir massif ke masyarakat dengan isi panduan pesan bersama, sampai mereka menerima dan memahami serta melakukannya. Desain informasi, dan penyelenggaraan komunikasi harus terkonsep. Berikan dana memadai untuk kegiatan komunikasi kesehatan (selaras konsep promotif preventif yang selama ini tidak berjalan dengan baik),” ungkapnya.

Kemudian, bangun segera sarana kesehatan. Mulai dari sarana kebersihan umum, rumah sakit, dan fasilitas sejenisnya. Termasuk tenaga medis yang memadai, serta segera memanfaatkan ruang-ruang gedung tertentu untuk rumah sakit darurat.

“Pemerintah tak perlu sungkan untuk meminta bantuan kepada kalangan media, akademisi, aktivis sosial untuk terlibat dalam menjalankan PSBB maupun protokol kesehatan. Hanya dengan keserentakkan tindakan yang didukung semua elemen, maka kebijakan PSBB dan anjuran protokol kesehatan dapat berhasil,” pungkasnya. (ang)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
33o
Kurs