Sabtu, 23 November 2024

OTT Dua Pejabat, Hotman: Ini Persoalan Akut, Ada Kebekuan Dimensi Kultural

Laporan oleh Dwi Yuli Handayani
Bagikan
Ilustrasi. Grafis: suarasurabaya.net

Maraknya pejabat yang melakukan korupsi dinilai sudah menjadi persoalan akut dan ada dimensi kultural yang belum tersentuh. Ini disampaikan Prof Dr. Hotman Siahaan Guru Besar Sosiologi Fisip Unair menanggapi tertangkapnya dua pejabat dalam OTT KPK.

Hotman mengatakan, mungkin orang makin agak berani melakukan korupsi karena kontroversi tentang posisi KPK.

“Ini sudah persoalan akut. Kalau kita lihat Dewan Pengawas (Dewas, red) yang menurut UU harus dimintai pendapat dan keputusan, tapi tidak dilakukan. Tapi Dewas menghormati ini karena masih ikut UU lama,” kata Hotman pada Radio Suara Surabaya, Kamis (9/1/2020).

Para pejabat ini, lanjut dia, merasa kedudukan KPK saat ini memperlemah KPK sehingga tidak mungkin melakukan OTT. “Ini hanya suasana psikologi saja karena nggak mungkin ada proses yang harus melalui jalan panjang kemudian gelar perkara,” ujarnya.

Lalu, mengapa masih banyak pejabat yang “bermain” di bawah tangan jika akan mendapatkan suatu proyek. Kata Hotman, ini karena pengguna kekuasaan merasa bahwa kekuasaan bagian dari kepentingan pribadi. Bagaimana kita memahami power, kekuasaan dalam kultur masyarakat kita. Ketika kita dalam posisi kekuasaan merasa bahwa kekuasaan itu juga harus mendapatkan imbalan walaupun melanggar peraturan.

“Masih banyak sekali pejabat yang melakukan itu. Lalu tengah-tengah situasi birokrasi yang makin kuat pengawasannya tapi nilai-nilai kekuasaan mendapatkan imbalan dalam konteks kultural di masyarakt masih terjadi,” katanya.

Tertangkapnya dua pejabat yakni Saiful Ilah Bupati Sidoarjo dan Wahyu Setiawan Komisioner KPU RI ini, kata Hotman, menandakan orang masih berupaya melakukan penyuapan masih berlangsung. Ini yang menjadi persoalan, kita harus memahami setiap orang yang menerima kekuasaan itu ada hal-hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan. “Tapi ini masih saja terjadi. Ini ngomong klasik, makin besar kekuasaan malah makin disalahgunakan,” ujarnya.

Mengapa upaya untuk mewujudkan good clean government masih belum terwujud? Kata Hotmanm persoalannya ada dimensi kultural yang belum tersentuh atau tidak cair. “Harusnya kepentingan publik dibedakan dengan kepentingan pribadi. Jika saya melakukan ini, orang lain terimbas atau tidak. Kultur kita guyub tapi kita sangt individual soal ini. Intinya mengubah nilai-nilai kultural. Jika basis itu tidak segera ditangani ya sulit juga,” katanya.

Intinya, tambah Hotman, yang harus dibenahi adalah unsur keteladanan. “Dalam konteks masyarakat Jawa, kalau tidak ada keteladanan bisa rusak tatanan negara. Kalau harus sapu bersih sampai akarnya itu masih kontroversi di negara kita. Jadi sebenarnya itu kembali ke individunya agar tidak serakah,” pungkasnya. (dwi/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
28o
Kurs