Jumat, 22 November 2024

Onemed Angkat Bicara Soal Kasus Kekurangan Masker Medis di Indonesia

Laporan oleh Agustina Suminar
Bagikan
dr Jemmy Hartanto CEO Onemed dalam program Prospektif Bisnis Radio Suara Surabaya, Jumat (24/4/2020). Foto: Tina suarasurabaya.net

Sejak coronavirus disease jenis baru (Covid-19) mewabah di seluruh dunia di awal tahun 2020, Indonesia menjadi salah satu negara terjangkit yang hingga saat ini mengalami kekurangan masker medis untuk tenaga kesehatan. Onemed, salah satu perusahaan yang memproduksi alat-alat kesehatan di Indonesia akhirnya angkat bicara mengenai kasus ini.

dr Jemmy Hartanto CEO Onemed menjelaskan, sebetulnya Indonesia dapat memenuhi 100% kebutuhan masker dengan produksi dalam negeri sebelum pandemi Covid-19 trejadi. Ia mengatakan, jika pun ada alat-alat kesehatan yang sepenuhnya impor, itu adalah alat kesehatan kategori high-tech, misalnya ventilator.

Hanya saja, lanjutnya, beberapa bahan baku pembuatan masker sekitar 30% masih diimpor dari luar negeri. Salah satunya adalah kain melt blown atau lembaran serat yang berguna untuk menyaring dan menghalangi masuknya bakteri.

Seiring dengan meningkatnya permintaan yang signifikan sejak pandemi Covid-19, pihak Onemed mengaku kesulitan mengimpor melt blown karena harga yang melonjak tajam hingga 100 kali lipat. Sedangkan alasan Indonesia tidak memproduksi bahan melt blown sendiri, dikarenakan minimnya permintaan dalam negeri sebelum masa covid-19.

“Bahan baku sering kosong (saat pandemi) karena negara lain mengkomersilkan, seperti di Taiwan, China. Bahkan bahan baku melt blown naik 100 kali lipat,” kata dr Jemmy dalam program Prospektif Bisnis di Radio Suara Surabaya, Jumat (24/4/2020).

“Produksi masker sendiri itu sudah lama, seperti di Surabaya juga ada. Tapi melt blown memang tidak diproduksi sendiri karena demand (permintaan) tidak ada,”tambahnya.

Ia menjelaskan, saat pertama kali pandemi ada di Indonesia dan pemerintah mengimbau semua orang memakai masker, permintaan masker medis melonjak tajam. Ini dikarenakan masker medis diperebutkan oleh masyarakat, baik dari tenaga medis maupun non medis hingga terjadi kelangkaan.

Namun sejak diperbolehkan masyarakat (non tenaga medis) menggunakan masker kain, sejak saat itu Onemed merasa sangat terbantu. Karena pihaknya dapat lebih banyak memenuhi kebutuhan masker khusus bagi tenaga kesehatan yang menjadi garda terdepan penanganan pasien Covid-19.

“Ini sudah agak mendingan, supply lumayan. Tapi kalau sampai saat ini, masker rumah sakit masih kurang karena berebut bahan baku. Kalau sebelum Covid-19, sehari (kebutuhan) masker satu juta, sekarang kami cuma memenuhi seperempat sampai sepertiganya permintaan yang naik signifikan,” ujarnya.

Namun ia menjamin, masker medis dapat menyaring droplet hingga hampir 100 persen karena telah diuji Bacterial Filtration Efficiency (BF3). Untuk itu, masker medis hanya diprioritaskan bagi tenaga kesehatan di tengah kelangkaan.

Menanggapi kabar masker N95 yang dapat dicuci dan digunakan berkali-kali, dr Jimmy mengatakan masker N95 dapat digunakan kembali setelah melalui proses sterilisasi sesuai standar prosedur yang ada.

“Amerika merilis bahwa boleh masker N95 disterilisasi ulang dengan cara sensasi plasma dengan temeperatur 50 derajat celcius selama tiga jam. Keputusan itu dibuat karena saking langkanya masker,” kata dr Jimmy.

Namun, ia lebih menyarankan masyarakat untuk menggunakan masker kain yang dapat dicuci. Terlebih, masker kain juga mudah disetrika. Sehingga dengan suhu panas yang cukup, bakteri dapat hilang dan masker dapat digunakan kembali.(tin/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
33o
Kurs