Jumat, 22 November 2024

Obat ARV Langka, LSM Minta Menkes Turun Tangan

Laporan oleh Agustina Suminar
Bagikan
Obat Antiretroviral Fixed Dose Combination jenis Tenofovir, Lamivudin, Efavirens (ARV FDC TLE) untuk terapi orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Foto: Antara

Gabungan lebih dari 70 LSM dari seluruh Indonesia mengirim surat desakan kepada Terawan Menteri Kesehatan agar segera mengambil langkah emergensi berkaitan kelangkaan stok obat antiretroviral (ARV) yang dibutuhkan pengidap HIV dan AIDS, serta memastikan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) tidak putus pengobatan.

Aditia Taslim Direktur LSM Rumah Cemara, Bandung, menegaskan, kejadian ini sudah kesekian kali terjadi. Stok obat ARV di layanan yang ada terputus sehingga memaksa ODHA berganti obat atau bahkan terpaksa putus pengobatan.

“Kesehatan adalah hak dan kebutuhan paling mendasar bagi setiap manusia. ODHA juga warga negara yang haknya wajib dipenuhi dan dilindungi negara. Ketika isu kesehatan dan obat menjadi komoditas, hak dan kebutuhan ODHA akan terancam. Stock-out ini bukan yang pertama terjadi. Ini bukti ketidakseriusan pemerintah,” katanya, Minggu (8/3/2020).

Catatan LSM Indonesia AIDS Coalition, dalam keterangan pers yang diterima suarasurabaya.net, kejadian krisis stok obat ini sudah terjadi beberapa kali selama dua tahun terakhir tanpa ada solusi kongkrit dari Kementerian Kesehatan.

Mereka mengklaim, dana APBN yang sudah dialokasikan pemerintah untuk pembelian obat ARV ini tidak bisa dieksekusi dengan alasan yang mereka temukan, karena sistem dan mekanisme pengadaan obat ARV yang tidak efisien.

“ARV adalah nyawa bagi saya. Krisisnya stok membuat nyawa saya terancam. Kondisi ini tidak seperti yang selalu dijanjikan pemerintah terkait stok, jujur situasi ini membuat saya takut! Ketakutan saya adalah siapa yang akan menjamin kehidupan anak saya jika saya mati? ARV buat saya harga mati” kata Baby Rivona Koordinator Nasional Ikatan Perempuan Positif Indonesia.

Wahyu Khresna dari Yayasan Kharisma menyatakan, situasi kosongnya stok obat ARV kali ini terutama terjadi di beberapa rumah sakit di Jakarta. Dia menegaskan bahwa ODHA bukan hanya sekedar angka yang harus dikejar. ODHA adalah warga negara yang harus dipenuhi kebutuhan dasarnya oleh negara dan kebutuhan yang sangat mendasar bagi ODHA adalah obat ARV yang sekarang sedang langka.

Khresna menambahkan, ketika negara lalai dengan warganya maka perlu ada sikap revolusioner untuk membantu negara memenuhi kebutuhan warganya.

Jaringan Indonesia Positif, sebuah jaringan nasional dari ODHA yang mewadahi ODHA di seluruh Indonesia mengecam situasi ini. Menurut mereka, situasi ini membahayakan kesehatan orang yang hidup dengan HIV, merusak upaya untuk menghentikan epidemi, dan mendiskreditkan upaya mengoptimalkan proses pengadaan obat-obatan esensial khususnya ARV.

JIP mendesak semua pemangku kepentingan, termasuk Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Lembaga PBB (UNAIDS, WHO, UNDP, UNICEF, UNFPA), perusahaan farmasi, dan organisasi masyarakat untuk mengambil semua langkah yang diperlukan demi menyelesaikan masalah ini. Opsi pasokan mendesak obat-obatan sebagai bantuan kemanusiaan, menurut mereka, juga perlu diupayakan.(tin)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
34o
Kurs