Kamis, 21 November 2024

New Normal Butuh Sanksi Tegas, Tidak Cukup Hanya Aturan Saja

Laporan oleh Agustina Suminar
Bagikan
Ilustrasi. Grafis : Gana suarasurabaya.net

Mengajak masyarakat patuh dan taat melakukan protokol kesehatan tidak cukup dengan aturan saja, tapi harus dengan sanksi yang tegas. Selama tidak ada sanksi, pelanggaran pasti akan terus ada, demikian kata Dr Rudi Handoko Ketua Prodi S3 Administrasi Publik Untag Surabaya saat berbincang dengan Radio Suara Surabaya, Jumat (19/6/2020) pagi.

Surabaya Raya (Surabaya, Sidoarjo, Gresik) yang sudah melakukan transisi menuju New Normal dan masing-masing daerah telah mengeluarkan peraturan daerah (perda). Pemerintah Kota Surabaya sendiri beberapa waktu yang lalu telah mengeluarkan Perwali No.28 Tahun 2020 tentang Pedoman Tatanan Normal Baru dalam Kondisi Pandemi Covid-19.

Menurut Rudi, tegas tidaknya sanksi terkait Perwali tergantung dengan konteksnya. Jika pemerintah menganggap pandemi Covid-19 adalah persoalan urgent, maka aturan tersebut harus dilengkapi dengan sanksi yang mengikat karena dasar kebijakan adalah memaksa, baik secara langsung maupun tidak.

“Sebagai analog, Surabaya punya perda larangan merokok di tempat umum. Kalau anda baca, itu tidak ada sanksi, tidak ada leading sectornya. Jadi larangan itu tidak jalan. Mau ada perda atau tidak ada perda, sama aja,” kata Rudy kepada Radio Suara Surabaya, Jumat (19/6/2020).

Ia mengatakan, kebijakan baru terkait New Normal tersebut harus jelas apa saja batasnya dan apa sanksi yang akan dijatuhkan. Jika sanksi hanya berupa teguran dan mengandalkan kesadaran masyarakat, maka kepatuhan oleh masyarakat juga tidak akan terwujud.

Karena menurutnya, kesadaran masyarakat berkaitan dengan pengetahuan dan tingkat literasi mengenai aturan dan konteks kenapa dibuat aturan tersebut. Jika masyarakat masih mudah terprovokasi, maka mereka akan abai dengan kebijakan karena mereka tahu akan dikenai sanksi.

“Kadang orang-orang ini bukan soal sadar tidak sadar, tapi juga soal kepatuhan. Kepatuhan kaitannya ya sama sanksi itu,” ujarnya.

Sedangkan jika hanya mengandalkan sosialisasi, lanjut Rudi, pemerintah harus mendapatkan trust (kepercayaan) dari masyarakat agar aturan yang diberikan itu dapat dipatuhi. Namun, hal ini menjadi polemik sendiri karena menurutnya, masyarakat perlahan-lahan sudah hilang kepercayaan kepada pemerintah akibat pemerintah tidak menerapkan aturan yang tegas selama pandemi Covid-19.

“Kalau (sosialisasi) hanya yang disampaikan pemerintah, orang akan patuh kalau ada trust. Masalahnya pelan-pelan ini muncul distrust (ketidakpercayaan) karena tidak ada ketegasan. Jadi sosialisasi juga percuma,” tambahnya.

Rudi mengatakan, agar aturan New Normal ini berjalan sebagaimana mestinya, tidak masalah jika pemerintah harus memberikan sanksi baik berupa denda maupun kurungan. Karena masalah pandemi merupakan masalah bencana kesehatan yang menyangkut banyak sektor kehidupan dan penting untuk diprioritaskan.

Ia menyadari, pembatasan terlalu ketat selama pandemi akan mempengaruhi petumbuhan ekonomi. Namun jika aturan terlalu longgar, maka potensi gelombang kedua Covid-19 akan terjadi.

“Kalau terlalu ketat maka ekonomi lumpuh, menyebabkan kebangkrutan. Tapi kalau kita terlalu longgar dalam hal kebijakan kesehatan, maka pandemi kedua bisa terjadi dan ekonomi juga akan lumpuh lagi,” imbuhnya.(tin/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Kamis, 21 November 2024
30o
Kurs