Milenial saat ini sebaiknya jangan menjadi cepat puas ketika sudah memiliki pemahaman tentang masa kini. Tentang kekinian ditengah masyarakat.
“Justru milenial jangan hanya puas ketika sudah mengerti dan memahami tentang masa kini. Artinya, tidak cukup bagi milenial hanya paham tentang kekinian. Tidak cukup, ” terang Meimura, Selasa (17/11/2020).
Persoalan-persoalan di tengah masyarakat yang terjadi saat ini, lanjut Meimura, tidak berdiri sendiri. Bisa jadi sebagai dampak atau akibat yang sebelumnya terjadi.
Di lini kesenian, Meimura mencontohkan keberadaan Ludruk yang semakin terpinggirkan oleh kemajuan teknologi dan perkembangan peradaban.
“Karena Ludruk tidak pernah diperkenalkan pada milenial, pada generasi masa kini. Akibatnya, Ludruk terpinggirkan lalu perlahan mulai menghilang. Digantikan bentuk-bentuk baru yang moderen, ” tegas Meimura.
Karena itu, Meimura menegaskan milenial saat ini yang hidup diantara kemajuan teknologi dan berkembangnya modernitas, sebaiknya juga mengenali masa lalu, masa kini dan masa depan.
“Mengetahui keberadaan Ludruk saja masih minim. Bagaimana mungkin kemudian mencintai Ludruk?? Milenial sebaiknya menengok kebelakang mengetahui sejarah Ludruk yang dulu jadi alat perjuangan. Lalu dikembangkan dengan pemahaman dan keterampilan kekinian kaum milenial sendiri, ” papar Meimura.
Jika hal itu dipahami dan dimengerti, maka tugas milenial kemudian adalah menghubungkannya dengan masa depan.
“Milenial yang mampu merangkai kan atau menghubungkan masa lalu, masa kini dan masa depan, pasti punya kekuatan menjaga keselarasan kemajuan global. Ini lebih penting, ” pungkas Meimura, Selasa (17/11/2020). (tok/ang)