Gerakan daring KAM Unesa di bawah koordinasi Nada berujung pada terbitnya Surat Edaran untuk Pimpinan Fakultas, Pascasarjana, dan Unit Kerja tentang skema penyesuaian UKT (Uang Kuliah Tunggal). Profesor Nurhasan Rektor Unesa telah membubuhkan tanda tangan dalam surat tersebut.
Suprapto Wakil Rektor II menjelaskan sejumlah poin Surat Edaran itu. Ada empat skema penyesuaian UKT yang telah disetujui oleh Rektor.
1. Penurunan UKT bagi yang berdampak tetap, misal orang tuanya meninggal dunia atau usahanya bangkrut
2. Penurunan UKT sementara yang diperuntukkan bagi mereka yang pendapatan orang tuanya mengalami penurunan usaha
3. Pembebasan UKT bagi mahasiswa yang skripsi, TA, Tesis, dan Disertasi yang semester genap kemarin terkena dampak Covid-19 sehingga tidak bisa menyelesaikannya
4. Penundaan waktu pembayaran UKT selama 2 bulan.
Suprapto bilang, kebijakan itu diambil karena rektorat menyadari dampak pandemi Covid-19 yang luar biasa. Terutama bagi perekonomian orang tua mahasiswa. Namun, dampak ekonomi itu tidak berlaku sama untuk setiap orang. Karena itu Unesa merumuskan empat skema tersebut.
“Hal ini juga menunjukkan, bahwa Unesa memikirkan tingkat stres masyarakat yang akan berdampak pada tingkat imun. Dengan keringanan itu, paling tidak kami bisa mengurangi beban masyarakat, terutama orang tua mahasiswa, sehingga imunnya bisa terjaga,” katanya.
Suprapto mengakui, dia sempat menerima surat terbuka dari mahasiswa terkait tuntutan penurunan UKT. Tetapi bukan karena itu kebijakan Unesa soal UKT dirancang. Dia bilang, rancangan penyesuaian UKT itu sudah dilakukan sebelum adanya surat terbuka dari mahasiswa.
Suprapto menilai, gerakan mahasiswa lewat media sosial untuk menyampaikan protes dan tuntutan sangat wajar. Menurutnya, mahasiswa melakukan aksi tersebut karena mereka belum mendapat informasi yang benar.
Menanggapi pernyataan Suprapto, Nada menegaskan, KAM Unesa dan ormawa memang tidak mendapat informasi apapun terkait kebijakan itu sebelum mereka melayangkan surat terbuka kepada rektorat.
“Saya punya bukti percakapan via WhatsApp, jawabnya cuman: saya rapim-kan dulu. Berarti terbukti kalau memang dari birokrasi sendiri belum ada rancangan maupun pembicaraan tentang UKT ini,” katanya.
Nada juga bilang, sampai Surat Edaran itu turun, mereka belum pernah diajak audiensi. Padahal, Nada sudah menyiapkan segala sesuatunya. Mulai dari kajian sampai petisi yang diinisiasi pelbagai Ormawa Unesa, yang sudah ditandatangani 5.000-an mahasiswa.
“Itu kami siapkan untuk audiensi, sehingga ada bukti konkret. Sudah cukup dengan data dari ormawa dan KAM Unesa sendiri. Teryata ketika SK muncul, tidak ada audiensi dengan mahasiswa. Ini masih tanda tanya,” katanya.
Meski begitu, sejumlah tuntutan yang mereka sampaikan ke Warek II sudah terpenuhi. Salah satunya, pembebasan UKT untuk mahasiswa yang tinggal mengerjakan skripsinya pada semester depan. Hanya saja, Nada dan kawan-kawannya menyayangkan, masih ada sejumlah prosedur penyesuaian UKT yang mereka rasa cukup rumit.
“Tujuan kami itu meminta keringanan di masa pandemi ini. Tapi kok prosedurnya masih rumit,” katanya.
Salah satunya, tentang syarat menyertakan Akte Kematian orang tua bagi mahasiswa yang ingin mendapat penurunan UKT sampai lulus, juga sejumlah aturan pelampiran surat keterangan dari kelurahan dan instansi kerja orang tua bagi mahasiswa yang mengajukan penurunan UKT di semester depan.
“Ini birokrasi tidak serta merta mempermudah. Pelayanan masyarakat di saat pandemi ini, kan, serba terbatas. Kami berharap ada prosedur yang lebih mudah. Kalau prosedurnya susah begini bagaimana? Bagi beberapa kawan yang terdampak, setelah melihat prosedur yang rumit itu pasti langsung down,” ujarnya.
Tidak hanya itu, sebagai koordinator aksi KAM Unesa, dia juga menilai sosialiasi prosedur penurunan UKT kepada Kepala Program Studi (Prodi) setiap jurusan belum merata. Masih ada sejumlah Kaprodi yang tidak mengikuti prosedur seperti yang sudah termuat dalam SE penyesuaian UKT.
Aksi daring mahasiswa Unesa pun tidak akan tuntas sampai di sana. Mereka akan tetap mengajak mahasiswa Unesa memperjuangkan kemudahan persyaratan penyesuaian UKT itu sebagai kelanjutan dari aksi pascasurat edaran diterbitkan.
“Kami akan mengajak kawan-kawan bergerak lagi untuk ngasih tahu, keadaan di lapangan seperti ini. Kami akan sampaikan ke Warek II, agar ada instruksi yang jelas ke Kaprodi yang menyeleksi administrasi. Biar kami tidak dibingungkan,” katanya.
Satu hal yang dia tekankan soal kunci kesuksesan gerakan online yang mereka lakukan: Koordinasi. Dalam kondisi pandemi, akan ada kesulitan untuk yang dihadapi mahasiswa dalam melakukan konsolidasi.
“Kami enggak bisa jalan sendiri, kami harus punya media. Kami harus koordinasi dengan Ormawa. Kami harus berani mem-blowup media itu terus-menerus. Tujuannya, supaya birokrasi tahu, ada mahasiswa mereka yang sedang menuntut haknya. Kuncinya koordinasi,” katanya.
Saat ini, sejumlah gerakan menuntut penurunan UKT di masa Pandemi Covid-19 cukup meramaikan jagad media sosial. Aliansi mahasiswa di sejumlah kampus di Jawa Timur terus menggaungkan gerakan daringnya.
Mereka, di antaranya, merupakan mahasiswa di Universitas Muhammmadiyah Surabaya, Universitas Negeri Malang, juga Universitas Brawijaya.
Tagar #NadiemBelumMendengar, #NadiemManaMahasiswaMerana dan sejumlah tagar lainnya mewarnai Twitter dan Instagram, meminta kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) turun tangan soal kebijakan UKT di kampus-kampus.(bas/den/ipg)