Sabtu, 23 November 2024

Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia Ingatkan Sanksi Penyebar Data Pribadi Pasien Corona

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Ilustrasi Corona Ilustrasi, Corona Virus. Grafis: suarasurabaya.net

Joko Widodo Presiden, Senin (2/3/2020), mengumumkan kasus pertama pasien positif Virus Corona (Covid-19) yang terdeteksi di Indonesia.

Beberapa saat sesudah pengumuman itu, data pribadi pasien positif terinfeksi Covid-19, tersebar luas lewat media sosial. Padahal, berdasarkan peraturan perundang-undangan, data pribadi pasien seperti nama dan alamat tempat tinggal merupakan identitas yang harus dirahasiakan.

Dokter Mahesa Pranadipa Ketua Umum Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia menegaskan, ada peraturan yang melindungi data pribadi pasien. Antara lain, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

Menurutnya, sanksi pidana bisa menjerat pejabat publik dan profesional bidang kesehatan yang membocorkan data pribadi pasien kepada publik. Pasal yang bisa digunakan penegak hukum, lanjut Mahesa, adalah Pasal 322 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur mengenai tindakan membuka rahasia jabatan.

Sedangkan masyarakat yang mencemarkan nama baik, menyerang kehormatan atau menghina pasien, bisa terjerat Pasal 310 KUHP, dengan ancaman penjara maksimal selama sembilan bulan.

“Sanksi hukum yang bisa dikenakan terkait bocornya data pasien positif Corona, bagi pejabat atau profesional yang punya kewajiban menyimpan rahasia pasien, kalau dibocorkan oleh yang bersangkutan, bisa dijerat Pasal 322 KUHP,” ujarnya di Jakarta, Sabtu (7/3/2020).

Di tempat terpisah, Arif Adi Kuswardono  Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) menyatakan, informasi detail pasien pengidap virus corona tidak boleh diungkap kepada publik. Dia menyayangkan tersebarnya identitas pasien positif Covid-19 yang berdomisili di Depok, Jawa Barat, serta daftar anggota keluarga, profesi dan tempat kerja yang bersangkutan.

Kerahasiaan data pasien tersebut, lanjut Arif, diatur Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Menurutnya, pengungkapan identitas pasien positif virus corona secara terbuka adalah pelanggaran hak-hak pribadi.

Maka dari itu, dia mengimbau pejabat publik, profesional kesehatan dan masyarakat menghormati hak privasi pasien, dengan cara tidak memberikan informasi pribadi kepada yang tidak berkepentingan, dan tidak menyebarkan lewat media sosial.(rid/ang/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
27o
Kurs