Setidaknya ada 16 kasus kekerasan pada perempuan, dan tujuh kasus kekerasan terhadap anak yang masuk dan ditangani Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya.
LBH Surabaya juga mencatat korban kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jatim dari hasil monitoring media cetak dan daring (dalam jaringan) sepanjang 2020.
Hasilnya, termasuk pengaduan yang masuk ke LBH, ada sebanyak 284 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan total korban mencapai 551 orang.
Abdul Wachid Habibullah Direktur LBH Surabaya mengatakan, cukup banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak ini menjadi bukti, Jatim belum ramah terhadap anak.
“Ini berarti jargon ramah terhadap anak dan hak asasi manusia belum tepat untuk Jawa Timur,” kata Wachid, Jumat (25/12/2020).
Ramli Himawan Pengacara publik LBH Surabaya bilang, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) jadi yang dominan. Dari total kasus yang ditangani ada 10 kasus KDRT.
Selanjutnya ada kekerasan non fisik yang berbasis gender, yang juga sedang ditangani oleh LBH Surabaya. Tiga kasus non fisik dengan isu gender itu terjadi di dunia maya.
Suami menempati posisi pertama pelanggaran terhadap hak perempuan. Jumlahnya mencapai sepuluh orang. Juga kekasih korban, teman, dan kerabat dekat. Jumlahnya lima orang.
“Kasus pelanggaran terhadap hak perempuan banyak terjadi di Kota Surabaya. Ada 12 kasus. Lalu di Sidoarjo tiga Kasus, Mojokerto satu Kasus, dan Jombang satu kasus,” ujar Ramli.
Adapun pelanggaran yang kerap terjadi pada anak berupa kekerasan ada tiga kasus. Lainnya, ada kasus pemerkosaan dan pencabulan masing-masing dua kasus.
“Orang tua menempati posisi pertama sebagai pelaku pelanggaran terhadap hak Ada tiga orang. Pelaku selanjutnya keluarga, guru, teman, dan tetangga. Masing-masing satu orang,” katanya.
Sebanyak empat kasus pelanggaran terhadap hak anak terjadi di Kota Surabaya. Lainnya, di Kabupaten Sidoarjo ada dua Kasus, dan di Sampang satu kasus. (den/ang)