Pemerintah sudah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Program dengan anggaran Rp677 triliun itu bertujuan membantu dunia usaha termasuk UMKM), serta sektor usaha strategis termasuk BUMN yang terkena dampak pandemi Covid-19.
Dengan payung hukum PP 23 Tahun 2020, pemerintah bisa memberikan subsidi bunga kredit untuk pelaku UMKM, penjaminan kredit modal kerja, suntikan modal untuk BUMN, investasi untuk modal kerja, dan menempatkan dana pemerintah di bank yang terdampak restrukturisasi kredit.
Dalam pelaksanaannya, Joko Widodo Presiden meminta jajarannya selalu berhati-hati, transparan, akuntabel, dan mencegah terjadinya penyimpangan terutama korupsi.
Maka dari itu, Presiden meminta Kejaksaan Agung, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) melakukan pendampingan.
Bahkan, Jokowi menyebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa dilibatkan untuk memperkuat sistem pencegahan.
Pernyataan itu disampaikan Presiden, pagi hari ini, Rabu (3/6/2020), dalam rapat kabinet virtual dari Istana Kepresidenan Jakarta, membahas Penetapan Program PEN, dan Perubahan Postur APBN Tahun 2020.
“Ini penting sekali. Karena itu saya minta kepada Jaksa Agung, BPKP, LKPP melakukan pendampingan. Kalau diperlukan, KPK juga bisa dilibatkan untuk memperkuat sistem pencegahan,” ucapnya.
Sementara itu, terkait perubahan postur APBN Tahun 2020, Presiden mengungkapkan ada tambahan belanja yang berimplikasi pada meningkatnya defisit APBN, sehubungan penanganan pandemi Covid-19.
Lalu, Presiden memerintahkan Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Menteri Keuangan, dan Kepala Bappenas melakukan kalkulasi lebih detail serta cermat untuk mengantisipasi risiko fiskal.
Jokowi juga mengingatkan, perubahan postur APBN harus betul-betul dilakukan secara hati-hati, transparan, dan akuntabel, sehingga tetap kredibel.
Sekadar informasi, pemerintah sudah mengubah postur APBN 2020 demi mengimplementasikan refocusing dan realokasi anggaran.
Perubahan itu tercatat dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2020.
Dalam Perpres tersebut, perubahan terjadi pada pos pendapatan, belanja, surplus atau defisit anggaran, hingga pembiayaan anggaran.
Pendapatan negara yang awalnya diasumsikan mencapai Rp2.233,2 triliun, sekarang turun 21,1 persen menjadi Rp1.760,88 triliun.
Sementara belanja negara di APBN yang semula dipatok di angka Rp2.540,4 triliun, naik 2,88 persen menjadi Rp2.613,81 triliun.(rid/iss/ipg)