Susanto Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengatakan dispensasi perkawinan yang bisa diberikan pengadilan agama masih menjadi tantangan dalam upaya pencegahan perkawinan anak
“Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin harus menjadi acuan bagi hakim agar selektif, seketat mungkin dalam memberikan dispensasi terhadap perkawinan anak,” kata Susanto dalam Rapat Koordinasi Sosialisasi Hasil Pengawasan Implementasi Dispensasi Kawin Usia Anak pada Rabu (2/12/2020) yang dilansir Antara.
Susanto mengatakan pemberian dispensasi harus diseleksi seketat mungkin untuk memberikan yang terbaik bagi semua pihak dan terutama agar anak tidak mudah dikawinkan.
Menurut Susanto, upaya pencegahan perkawinan anak mendapatkan kabar baik dengan pengesahan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mengubah batas usia paling rendah bagi laki-laki maupun perempuan untuk menikah adalah 18 tahun.
“Memang masih ada ruang dalam Undang-Undang tersebut yang memungkinkan anak untuk dikawinkan, yaitu melalui pemberian dispensasi oleh pengadilan agama yang dimanfaatkan sebagian masyarakat untuk mengawinkan anak dengan berbagai alasan dan argumentasi,” tuturnya.
Susanto berharap Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin betul-betul menjadi pedoman bagi hakim di pengadilan agama untuk mencegah perkawinan anak.
Di sisi lain, upaya pencegahan perkawinan anak harus terus dilakukan sembari mengevaluasi pelaksanaan Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Perkawinan dan Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin.
“Sosialisasi dengan melibatkan berbagai pihak penting untuk terus dilakukan. Pencegahan perkawinan anak merupakan bagian dari perjuangan panjang, bukan hanya oleh KPAI, tetapi juga organisasi masyarakat, pegiat pelindungan perempuan dan anak, organisasi profesi, dan lain-lain,” katanya.(ant/dfn/lim)