Pemerintah menghormati keputusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan kenaikan iuran Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Kenaikan iuran itu sebelumnya ditetapkan Pemerintah lewat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.
Dini Purwono Staf Khusus Presiden bidang Hukum mengatakan, Pemerintah akan mempelajari keputusan MA, sebelum mengambil langkah-langkah selanjutnya.
“Pemerintah akan berupaya menjaga pelayanan pada masyarakat pengguna BPJS tetap terselenggara dengan baik,” ujarnya di Komplek Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (10/3/2020).
Apa pun respon Pemerintah nantinya, Dini meminta masyarakat tidak khawatir karena pelayanan kepada masyarakat pengguna BPJS Kesehatan tetap menjadi perhatian utama Pemerintah.
Seperti diketahui, MA mengabulkan permohonan judicial review yang diajukan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia, terkait Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.
Dalam putusan majelis yang dipimpin Hakim Supandi dengan anggota Yosran dan Yodi Martono Wahyunadi, MA membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang diberlakukan Pemerintah mulai 1 Januari 2020.
Menurut MA, Pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres tersebut bertentangan dengan Pasal 23 A, Pasal 28H dan Pasal 34 UUD 1945. Selain itu, pasal yang digugat juga dinilai bertentangan dengan Pasal 2, Pasal 4, dan Pasal 17 ayat (3) UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Dengan putusan itu, iuran BPJS Kesehatan per bulan kembali seperti aturan sebelumnya, yaitu Rp25.500 untuk layanan ruang perawatan Kelas 3, Rp51 ribu untuk layanan ruang perawatan Kelas 2, dan Rp80 ribu untuk layanan ruang perawatan Kelas 1.(rid/iss/rst)