Sejak merebaknya infeksi Covid-19 di Jawa Timur, Pemprov Jatim menerapkan bilik (chamber) disinfeksi, untuk tamu yang datang, dan lorong disinfeksi untuk kendaraan tamu di Gedung Negara Grahadi Surabaya.
Baru-baru ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Surat Edaran 3 April 2020 menegaskan, penggunaan bilik disinfeksi di tempat dan fasilitas umum dan permukiman tidak dianjurkan.
Surat Edaran yang ditandatangani Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes itu menindaklanjuti rekomendasi WHO yang tidak menganjurkan penyemprotan cairan disinfektan kepada manusia.
Kemenkes menegaskan, disinfeksi hanya boleh digunakan untuk membersihkan permukaan benda mati dari mikroorganisme patogen termasuk Virus SARS CoV-2, dan bisa menyebabkan iritasi pada manusia.
Dokter Joni Wahyuhadi Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Covid-19 di Jawa Timur mengakui adanya imbauan tentang bilik disinfeksi dalam surat edaran dari Dirjen Kesehatan Masyarakat itu.
“Yang tidak boleh, disemprot ke manusia. Karena dapat menimbulkan iritasi. Kalau terhadap benda, itu tidak menimbulkan masalah,” ujarnya dalam konferensi pers di Grahadi, Sabtu (4/4/2020).
“Kalau disemprotkan ke muka, misalnya, memang bisa iritasi. Bisa dibaca lagi bunyinya di surat edaran seperti itu,” kata dr Joni. Khofifah Indar Parawansa Gubernur Jatim tidak berkomentar lebih jauh soal SE Kemenkes itu.
Bagaimana dengan di kabupaten/kota di Jatim? Seperti di Kota Surabaya, misalnya, di mana pemkot juga menerapkan bilik disinfeksi ini? Khofifah tidak bersikap.
Sampai Sabtu malam setelah konferensi pers pemutakhiran data kasus Covid-19 yang digelar Gugus Tugas Covid-19 Jatim, bilik disinfeksi masih terpasang di depan pintu gedung utama Grahadi.
Meski demikian, dalam suasana hujan Sabtu petang, sejumlah petugas yang berjaga di pintu masuk gedung utama itu tidak menyarankan penggunaan bilik disinfeksi seperti hari-hari sebelumnya.
Bahkan, sebagian wartawan yang memang sudah terbiasa masuk ke bilik itu sebelum meliput kegiatan di gedung utama, Sabtu petang tampak tetap memanfaatkan alat itu.
Seperti disebut di Surat Edaran Kemenkes, bilik disinfeksi yang sekarang banyak digunakan mengandung diluted bleach (larutan pemutih/natrium hipoklorit), klorin, etanol 70 persen, amonium kuartemer (seperti benzalkonium klorida), hingga hidrogen peroksida (H202).
Zat-zat kimia itu hanya bisa digunakan untuk mendisinfeksi permukaan benda mati seperti lantai, perabot rumah tangga atau kantor, peralatan kerja, pegangan tangga atau eskalator, dan moda transportasi.
Dokter Wiku Adisasmito Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, sebelum adanya SE Kemenkes itu sudah bilang, bilik disinfeksi tidak direkomendasikan untuk orang atau manusia.
“Penggunaan disinfektan dalam ruang atau chamber (bilik), atau penyemprotan secara langsung ke tubuh manusia, tidak direkomendasikan, karena berbahaya bagi kulit, mulut, dan mata. Bisa menimbulkan iritasi,” ujarnya di Jakarta, Senin 30 Maret lalu.
Cara terbaik bagi manusia untuk membersihkan tangan atau tubuhnya dari virus adalah dengan mencuci tangan memakai sabun dengan air mengalir. Kalau tidak ada sabun dan air, masyarakat bisa pakai hand sanitizer.
Selain itu, Kemenkes dalam surat edarannya juga menyarankan, masyarakat bisa segera mandi dan membersihkan diri setelah terpaksa harus keluar rumah, dan selalu menjaga jarak fisik dan menghindari kerumunan.
Perlu diketahui, Surat Edaran Kemenkes tentang bilik disinfeksi ini sudah diedarkan ke seluruh dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota. Termasuk kepada Dinkes Provinsi Jatim dan Dinkes di kabupaten/kota di seluruh Jatim.(den/iss)