Jumat, 22 November 2024

Kelola Limbah Domestik, Raih Penghargaan Favorite Landscape

Laporan oleh J. Totok Sumarno
Bagikan
Satu diantara rancangan IPAL yang dibuat Tim Grisse Departemen Teknik Lingkungan ITS. Foto: Humas ITS

Tim Grisse yang beranggotakan mahasiswa Departemen Teknik Lingkungan ITS rancang instalasi pengolahan limbah air (IPAL) limbah domestik tanpa emisi (zero emission), lantaran hingga saat ini belum terlalu banyak mendapat perhatian.

Mas Den Rum ketua tim Grisse, menjelaskan bahwa IPAL yang dirancang timnya mampu mengolah limbah domestik sekaligus, baik jenis grey water maupun black water. Grey water adalah air limbah dari kegiatan rumah tangga non kakus seperti memasak atau mencuci.

Sedangkan black water adalah air limbah dari kegiatan kakus. “Biasanya black water ditampung di septic tank, sedangkan grey water langsung dibuang ke badan air,” terang Mas Den Rum, Selasa (27/10/2020).

Menurut Deni, sapaan Mas Den Rum, perlakuan terhadap limbah seringkali menimbulkan masalah. Deni memberi contoh, seringkali terjadi kebocoran septic tank pada pengolahan black water. Akibatnya, air tanah sering tercemari rembesan septic tank. “Selain itu, septic tank juga menimbulkan pencemaran udara akibat gas metana yang dihasilkan,” tambah Deni.

Pengolahan limbah pada IPAL rancangan timnya, kata Deni melibatkan beberapa tahap. Tahap pertama adalah menampung limbah. Pada tahap ini bertujuan untuk mencampur black water dan grey water serta menstabilkan debit limbah ke tahap selanjutnya. “Kemudian pengolahan dilanjutkan ke unit Integrated Anaerobic-Aerobic Sequencing Batch Reactor (IAASBR),” lanjut Deni.

Sesuai namanya, bahwa pada unit ini terdapat mekanisme aerobik dan anaerobik. Menurut Deni, pengolahan limbah dengan dua mekanisme sekaligus ini lebih efektif. Pasalnya, jika diolah dengan mekanisme anaerobik saja, maka hasil pengolahan belum memenuhi baku mutu untuk dibuang ke badan air. “Sedangkan jika mekanisme aerobik saja kurang efektif di biaya,” kata Deni mahasiswi angkatan 2017 ini.

Setelah keluar dari unit ini, Deni menjelaskan bahwa air sudah memenuhi baku mutu air limbah untuk dibuang ke badan air. Namun, alih-alih melakukan hal tersebut, Deni bersama tim memutuskan untuk memanfaatkan air limbah yang dihasilkan. “Tidak hanya itu, kami memanfaatkan kembali semua emisi yang dihasilkan unit pengolahan limbah,” tambah Deni.

Emisi tersebut, lanjut Deni adalah air pengolahan limbah, lumpur, dan gas metan. Tim melakukan disinfektasi pada air hasil pengolahan limbah untuk membunuh bakteri yang berbahaya. “Kemudian air ini kami tampung untuk menyiram tanaman dan mencuci kendaraan warga,” ujar Deni.

Emisi selanjutnya adalah lumpur. Deni memaparkan, unit pengolahan biologis seperti yang diusulkan umumnya menghasilkan lumpur sebagai hasil degradasi polutan. Maka, timnya memanfaatkan lumpur tersebut untuk pembuatan kompos.

Bersama tim, Deni merancang sendiri drum-drum pengolahan kompos yang mudah dioperasikan. “Kami juga menambahkan daun-daun kering pada pembuatan kompos secara aerobik di drum tersebut,” sambung Deni.

Emisi terakhir yang dimanfaatkan adalah gas metan. Gas ini disebutkan Deni dihasilkan dari unit IAASBR. Ketika gas metan sudah memenuhi standar pembuatan biogas, maka gas kata Deni akan ditangkap dan ditampung. “Selanjutnya kami memberdayakan masyarakat untuk mendistribusikan biogas dengan sistem arisan,” jelas Deni.

Yang menarik, Deni dan tim tidak hanya sekadar merancang IPAL, namun juga ingin rancangan ini lebih bisa diimplementasikan di masyarakat. Oleh karena itu, perancangan ini dilakukan dengan mengambil studi kasus di RT 19/RW 02 Kroman, Gresik.

“Selain karena kami berasal dari Gresik, lokasi ini cocok sebab berada di tengah kota, padat penduduk, serta dekat dengan pesisir,” tukas Deni.

Tidak sia-sia, rancangan yang diusung bersama Ahmad Nailul Firdaus, Akhmad Zadhni Nashruddin, Diah Ayu Sentani, serta Ririn Triyanita ini mampu meraih penghargaan Favorite Landscape kategori Limbah Domestik dalam ajang Lomba Desain IPAL 2020 yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Agustus lalu.(tok/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
28o
Kurs