Jawa Timur menempati urutan kedua kasus kekerasan terhadap anak termasuk kejahatan seksual terbanyak, setelah DKI Jakarta. Ini disampaikan Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak saat berada di Mapolres Gresik, Senin (9/3/2020).
Namun, dia tidak menyebutkan secara spesifik berapa angkanya untuk kasus kejahatan anak di Jatim. Data tersebut diperoleh dari Kementerian Sosial (Kemensos) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Menurutnya, kasus dugaan pencabulan oleh oknum pendeta di Surabaya bukan pertama kalinya terjadi. Selain melibatkan pelaku oknum tokoh agama, kasus itu juga banyak pelakunya dari masyarakat biasa sampai tokoh politik.
“Saya kira kasus seperti ini banyak. Bukan hanya dari tokoh agama, tapi juga masyarakat biasa sampai tokoh politik juga banyak. Apalagi di Jatim itu paling banyak nomor dua setelah Jakarta terkait kasus kejahatan terhadap anak,” ujarnya.
“Tidak ada angka atau apa, tapi tingkatan-tingkatan di mana banyak dominan kasus-kasus itu Jatim adalah wilayah provinsi kedua. Itu hasil data Kemensos dan Kementerian PPPA. Jatim terbesar setelah DKI Jakarta,” jelasnya.
Arist mengungkapkan, kasus kejahatan terhadap anak tidak bisa dianggap remeh. Termasuk kasus dugaan pencabulan yang terjadi di Surabaya oleh oknum pendeta.
Menurutnya, itu adalah kejahatan yang luar biasa dan butuh penanganan yang luar biasa pula. Pihaknya pun mengapresiasi kerja cepat Polda Jatim, yang telah menangkap HL oknum pendeta, yang diduga melakukan pencabulan terhadap anak.
Menurutnya, tidak ada toleransi untuk pelaku kejahatan atau kekerasan terhadap anak. Dia juga sangat menyayangkan, perbuatan cabul itu dilakukan oleh oknum yang seharusnya bisa memberikan bimbingan dan panutan terhadap korban.
“Komnas Anak tetap akan mendukung Polda Jatim untuk penegakan hukum. Supaya bagi orang-orang yang sebenarnya sebagai panutan bagi jemaatnya tetapi dia melakukan tindakan yang salah. Saya kira itu harus dipertanggungjawabkan,” kata Arist.
Arist mengungkapkan, Komnas Anak akan membentuk tim untuk memberikan bantuan pendampingan atau trauma healing terhadap korban. Selain itu, pihaknya juga akan terus mengawal proses hukum kasus pencabulan tersebut.
“Upaya pertama tentunya pada korban. Kita sedang membentuk tim dan berusaha mendekati keluarga korban. Paling tidak untuk mendapatkan bantuan traumatik psikologis itu penting,” ujarnya.
“Kedua, akan mengawal proses hukum ini tentu bekerja sama dengan penyidik Ditreskrimum Polda Jatim. Saya kira ini sudah kita bangun, dan sudah bertemu. Tidak ada toleransi terhadap itu (kasus cabul, red). Ditreskrimum juga sudah berjanji pada publik akan diteruskan, apalagi dua alat bukti sudah dikantongi,” tambahnya.
Terkait penangguhan penahanan yang diajukan pendeta HL, kata dia, penangguhan penahanan itu adalah hak tersangka. Tapi, harus disertai bukti-bukti terkait riwayat penyakit jantung HL dan hal itu tidak akan menghentikan proses pidananya.
“Ini kejahatan terhadap manusia yang luar biasa, yang menurut saya tidak ada toleransi, tidak ada damai. Tetapi kalau memang benar sakit, karena sesuai hak hukum maka perlu dibantarkan dulu untuk menyembuhkannya. Tapi tidak menghentikan pidananya,” kata dia. (ang/iss/ipg)