Kelompok mahasiswa dari berbagai universitas Jabodetabek, siang hari ini, Jumat (16/10/2020), akan menggelar aksi ujuk rasa menolak pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja, di sekitaran Istana Kepresidenan Jakarta.
Berdasarkan informasi dari pihak kepolisian, akan ada dua ribuan mahasiwa antara lain dari Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) dan Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND).
Selain menuntut pembatalan UU Cipta Kerja, para mahasiswa juga meminta aparat kepolisian membebaskan semua demonstran yang ditangkap beberapa hari lalu.
Jelang berlangsungnya unjuk rasa, aparat keamanan dari Polri, TNI dan Satuan Polisi Pamong Praja sudah melakukan persiapan pengamanan.
Pantauan suarasurabaya.net, pukul 08.00 WIB, petugas Dinas Perhubungan mulai membatasi akses kendaraan yang akan melintas di sejumlah jalan sekitar Istana Presiden.
Berbagai kendaraan taktis seperti Barracuda, water canon, mobil pengurai massa, dan mobil ambulans sudah terparkir di sekitaran lokasi unjuk rasa.
Selain memasang barrier beton, kawat berduri juga terpasang di beberapa titik Jalan Medan Merdeka, Gambir dan Jalan Muhammad Husni Thamrin, Jakarta Pusat.
Karena di Jakarta masih berlaku Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mencegah penyebaran Covid-19, pembatasan akses jalan itu tidak sampai menimbulkan kemacetan.
Aparat kepolisian juga sudah menentukan kawasan Monumen Nasional, tepatnya di dekat Patung Kuda Arjuna Wiwaha sebagai lokasi demonstrasi.
Massa yang berunjuk rasa tidak boleh mendekat ke area ring 1 Istana Kepresidenan, karena alasan keamanan.
Seperti diketahui, UU Cipta Kerja memicu keresahan kelompok masyarakat yang merasa dirugikan.
Sebelumnya, tujuh dari sembilan fraksi di DPR RI menyetujui RUU Cipta Kerja usulan Pemerintah, untuk disahkan menjadi UU dalam forum Rapat Paripurna, Senin (5/10/2020).
Menurut Pemerintah, UU Cipta Kerja yang digarap dengan konsep hukum omnibus law (mengatur banyak hal dalam sebuah Undang-undang), dirancang untuk menjawab kebutuhan pekerja, pelaku usaha kecil, dan juga industri.
Tapi, berbagai kalangan terutama buruh menolak karena regulasi itu dianggap terlalu mementingkan kebutuhan investor, pengusaha, dan dunia bisnis. (rid/dfn)