Nadiem Anwar Makarim Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) mengapresiasi Laporan Pemantauan Pendidikan Global (Global Education Monitoring Report) Tahun 2020 UNESCO pada Webinar Sosialisasi dan Respon terhadap Global Education Monitoring (GEM) Report 2020 dengan tajuk “All Means All”
Laporan GEM tahun ini mencatat kesenjangan tingkat literasi orang dewasa dengan disabilitas di Indonesia mencapai 41%. Di sisi lain, tingkat kehadiran pelajar pendidikan menengah (usia 15 tahun) di Indonesia telah meningkat, walau perkembangannya masih di bawah syarat pencapaian Sustainable Development Goals yang telah disepakati oleh negara-negara anggota PBB pada tahun 2015, termasuk Indonesia.
Kemendikbud mengusung semangat inklusivitas dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan pendidikan sejak awal di tahap pembuatan kebijakan.
“We never do anything alone. Seluruh kebijakan kita mendapatkan masukan, saran, dan nasehat dari berbagai pemangku kepentingan, ahli-ahli pendidikan, masyarakat, juga wakil pemerintah daerah dan pusat. Semuanya memberikan informasi pada Kemendikbud dalam membuat kebijakan. Sebab dalam pendidikan tidak ada satu jawaban tunggal. Education has the highest level of complexity. Semua butuh kolaborasi untuk mencapai hasil yang lebih baik,” ujar Mendikbud dalam keterangan tertulisnya, Jumat (11/9/2020).
Tantangan pendidikan di Indonesia, menurut Mendikbud, tanpa pandemi COVID-19 pun sudah sangat besar. Baik secara geografi, budaya, maupun infrastruktur. Namun Kemendikbud tetap berupaya menyusun kebijakan terbaik untuk memastikan pembelajaran tetap berjalan.
“PJJ bukanlah kebijakan Kemendikbud. Metode ini dipilih agar pendidikan tetap hadir, khususnya bagi anak-anak usia sekolah, dalam suasana yang menyenangkan dan aman,” kata Nadiem.
“Kami berterima kasih atas paparan Mendikbud RI mengenai upaya-upaya luar biasa dan inspiratif yang dilakukan Indonesia untuk mencapai perubahan transformasional. Terima kasih atas kesempatan ini,” ujar Desmond Lim, perwakilan Kementerian Pendidikan Negara Brunei Darussalam.
Pada kesempatan ini, Hani Nur Cahya Murni Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri mengapresiasi upaya Kemendikbud dalam mendorong inklusivitas pembelajaran di tengah pandemi.
“Sesuai mandat UU No. 23 Tahun 2014, pemerintah daerah wajib menyelenggarakan pendidikan. Di tingkat kabupaten/kota untuk pendidikan dasar (SD-SMP), dan di tingkat provinsi untuk pendidikan menengah (SMA-SMK), sementara pendidikan tinggi ada di Kemendikbud. Artinya, perlu bersama-sama,” tegasnya.
Sudarto Staf Ahli Bidang Organisasi, Birokrasi, dan Teknologi Informasi Kementerian Keuangan menyampaikan hal senada.
“Butuh kerja bersama untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Pemerintah menjamin inklusivitas pendidikan, terutama bagi yang tidak mampu, misalnya lewat KIP, Beasiswa Bidikmisi, dan LPDP,” jelasnya.
Satu diantara kebijakan inklusif Kemendikbud pada masa pandemi adalah relaksasi penggunaan Dana BOS, yang dalam masa pandemi ini dapat digunakan oleh kepala sekolah untuk mendanai kebutuhan sesuai dengan kekhasan sekolah masing-masing.
“Ada sekolah yang lebih butuh laptop untuk dipinjamkan kepada siswa, ada yang butuh kuota data, ada yang butuh untuk menggaji guru honorer, dan lain-lain. Ada keragaman kebutuhan yang dihadapi sekolah, sehingga kami memberikan keleluasaan penggunaan Dana BOS, tentunya dengan pertanggungjawaban dan akuntabilitas yang baik,” ujar Mendikbud.
Ditambahkan Nadiem, Kemendikbud telah mengeluarkan kebijakan kurikulum di masa kondisi khusus sehingga sekolah diberikan hak untuk memakai kurikulum sesuai dengan kebutuhan sekolah. Apakah memilih kurikulum yang disederhanakan secara mandiri, kurikulum darurat yang disusun Kemendikbud, atau Kurikulum 2013.
“Secara dramatis, Kemendikbud telah menyederhanakan kurikulum agar peserta didik hanya mempelajari apa yang esensial saja untuk naik ke jenjang selanjutnya. Tidak mungkin guru mengajar seluruhnya, dengan keterbatasan yang ada,” tegas Mendikbud.
Dia juga menegaskan bahwa orang tua memainkan peran penting, terutama pada pendidikan dasar dan anak usia dini (PAUD). Kemendikbud membuat modul-modul spesifik yang menyasar orangtua di rumah, lengkap dengan lembar kerja untuk orangtua. Kemendikbud juga memastikan bahwa penggunaan modul-modul ini di satuan pendidikan adalah legal sesuai dengan aturan Kemendikbud.
“Pada pandemi ini kita punya kesempatan membuat perubahan-perubahan fundamental pada penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Selain budgetary reform, banyak perubahan yang telah kita lakukan dalam dua-tiga bulan, yang biasanya butuh dua-tiga tahun,” kata Nadiem.
Acara ini dihadiri perwakilan Kementerian Pendidikan negara-negara anggota ASEAN, perwakilan UNESCO, UNICEF, Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU) serta pejabat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Dalam Negeri, dan Dinas Pendidikan seluruh Indonesia.(faz/lim)