Prof Dr rer nat Fredy Kurniawan Guru Besar ITS mengungkapkan sejumlah bahaya yang bisa ditimbulkan dari penggunaan bilik strelisisasi yang keliru.
Ia mengatakan, WHO tidak merekomendasikan cairan seperti etanol, chlorine, dan H2O2 pada bilik sterilisasi. Fredy menjelaskan, bahan-bahan tersebut bersifat karsinogenik, bahkan mengakibatkan mutasi bakteri, dapat dilihat Material Safety Data Sheet (MSDS). Pendapat ini mempertimbangkan dampak negatif pada satu hingga dua tahun ke depan.
“Senyawa-senyawa dalam rekomendasi tersebut sebenarnya bukan untuk antiseptik, apalagi ada ide senyawa tersebut dipakai pada bilik sterilisasi,” ujar Fredy yang juga Kepala Departemen Kimia ITS itu.
Lebih lanjut, Fredy menjelaskan, bilik sterilisaai dibagi menjadi dua bagian, yaitu biliknya sendiri dan bahan disinfektan yang dipakai.
Disinfektan hanya akan mempengaruhi yang ada dalam ruangan bilik, walaupun residunya juga dapat keluar dalam jumlah besar. Namun yang menjadi pokok masalah bahaya dari bilik ini adalah bahan kimia yang digunakan.
Dari semua bahan kimia yang umum tersedia sebagai disinfektan berdasarkan Centers of Disease Control and Prevention (CDCP) dan WHO, hampir semua senyawa tersebut memiliki efek yang cukup signifikan bila digunakan kepada manusia secara langsung.
“Namun, ada dua senyawa yang aman digunakan, yaitu ozon dan klorin dioksida, namun tetap dengan ukuran yang telah ditentukan dan cara pemakaian yang benar,” kata Fredy.
Fredy mengatakan, tulisan terbaru terkait terapi ozon telah dilaporkan oleh Rowen dan Robins. Ozon efektif digunakan untuk membunuh SARS Cov-2 yang merupakan penyebab Covid-19, secara aman, efektif, dan dengan biaya yang rendah.
“Batas yang bisa diterima manusia terpapar oleh ozon adalah 0,06 ppm selama 8 jam per hari untuk lima hari dalam seminggu atau 0,3 PPM maksimum untuk 15 menit,” jelas Fredy.
Sedangkan untuk chlorine dioxide (klorin dioksida), lanjut Fredy, berdasarkan data WHO dan penelitian lain memiliki potensi untuk digunakan dalam bilik sterilisasi.
“Penelitian menunjukkan bahwa bila terhirup pada jangka yang pendek klorin dioksida cukup aman bagi kesehatan manusia, dengan batas konsentrasi sampai 0,3 ppm selama 15 menit tidak akan menyebabkan kematian ataupun tanda-tanda adanya gangguan kesehatan,” paparnya.
Seperti yang telah diterangkan sebelumnya, bilik sterilisasi menggunakan Ozon dan Chlorine Dioxide memiliki potensi untuk digunakan mengatasi kasus Covid-19 dengan aman. Namun, syarat bilik sterilisasi harus dibuat dan dikontrol kualitasnya oleh tenaga ahli yang kompeten.
“Kontrol kualitas dari bilik yang dimaksud adalah terkait dosis dan cara penggunaan yang benar, bahan-bahan disinfektan lain selain Ozon dan Chlorine Dioxide tidak direkomendasi karena dapat mengakibatkan efek samping yang fatal dalam jangka waktu dekat maupun panjang,” katanya.
Di sisi lain, Pemkot Surabaya juga memastikan bahan yang digunakan pada bilik sterilisasi miliknya aman. Retno Sari Ketua Departemen Farmsetika Fakuktas Farmasi Unair mengatakan, bahan yang digunakan pada bilik sterilisasi Pemkot Surabaya adalah benzalkonium chloride. Prinsipnya, dia merupakan kelompok senyawa ammonium quarterner yang bersifat surfaktan.
Profesor Nidom Guru Besar Unair jiga menyatakan senyawa tersebut aman untuk manusia karena levelnya tingkat rendah. Meski benzalkonium chloride juga dimanfaatkan untuk penyemprotan kandang binatang, ia memastikan dalam aturan umum disinfektan, tidak ada masalah jika digunakan untuk manusia. (bas/iss)