Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) meneliti kandungan mikroplastik di Perairan Timur Surabaya. Baik di Kenjeran maupun di Gunung Anyar.
Di wilayah Kenjeran, Ecoton menemukan, dari 100 liter air laut di wilayah Kenjeran sampai Tambak Wedi yang menjadi sampel, kandungan mikroplastik mencapai 195 hingga 598 partikel.
Sedangkan di wilayah Gunung Anyar, Ecoton menemukan jumlah mikroplastik yang relatif lebih sedikit. Yakni antara 89-124 partikel per 100 liter air yang menjadi sampel.
“Kondisi ini mengkhawatirkan. Kawasan Pesisir Timur Surabaya adalah daerah tangkapan ikan bagi nelayan,” kata Eka Chlara Budiarti Peneliti Mikroplastik Ecoton, Jumat (11/12/2020).
Selain kandungan mikroplastik di air laut, Chlara mengatakan, timnya juga menemukan adanya kontaminasi pada sedimen, kerang, dan udang di kawasan Timur Surabaya.
Menurut penelitian mereka, kerang hijau di Kenjeran dan Tambak Wedi telah terkontaminasi mikroplastik sebesar 10-20 partikel setiap ekornya.
“Jenis mikroplastik yang ditemukan dalam tubuh kerang adalah jenis fiber, fragmen, dan filament,” kata Mahasiswa Universitas Diponegoro Semarang itu dalam keterangan tertulis.
Chlara menduga mikroplastik di Pesisir Timur Surabaya berasal dari limbah cair yang terbawa dari pemukiman dan industri.
Umumnya, limbah ini mengalir di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Brantas yang kemudian terbawa sampai ke Pesisir Timur Surabaya.
“Selain itu, sampah plastik seperti tas kresek, sedotan, styrofoam, bungkus plastik, dan sachet di bantaran juga bisa menjadi mikroplastik,” ujarnya.
Bahan-bahan plastik itu terbawa aliran sungai lalu terpapar sinar matahari sehingga terdegradasi menjadi serpihan plastik kecil yang dikenal mikroplastik.
Chlara bilang, sebanyak 80 persen sampah di laut memang berasal dari sungai. Berdasarkan data penelitiannya, sebanyak 42 persen sampah di sungai adalah sampah plastik.
Dia melakukan penelitian itu bersama Anisa Ayudiah Mahasiswi Universitas Hang Tuah Surabaya.
Menurut mereka, temuan mikroplastik di Kenjeran dan Gunung Anyar itu kemungkinan besar adalah akumulasi kontaminan dari Sungai Kali Surabaya.
“Nelayan menangkap ikan, udang, kepiting, dan kerang di Pamurbaya. Maka temuan kontaminasi mikroplastik ini ancaman baru bagi kesehatan manusia yang mengkonsumsi hasil laut Pamurbaya,” kata Chlara.
Untuk mengendalikan kontaminasi mikroplastik, mereka sarankan pemerintah punya kebijakan melarang pemakaian plastik sekali pakai seperti tas kresek, sachet, sedotan, atau styrofoam.
Mereka juga menyarankan agar pemerintah melakukan kajian lebih lanjut untuk menentukan kawasan tangkap nelayan yang aman dan minim kontaminasi mikroplastik.
“Perlu ada kajian lebih luas soal kontaminasi mikroplastik di Pamurbaya untuk menentukan zona berdasarkan tingkat kontaminasi mikroplastik, sehingga bisa ditetapkan kawasan minim kontaminasi mikroplastik sebagai zona tangkap,” ujarnya.(den/iss)