Melki Laka Lena Wakil Ketua Komisi IX DPR RI tidak menyebut masalah virus Corona sebagai “gorengan” politik. Tetapi, dia menginginkan masalah virus Corona harus dihadapi secara klinis.
“Bukan barang gorengan, kita hadapi ini sebagai penyakit Klinis, kalau Penyakit Corona ini kita hadapi sebagai penyakit klinis, pendekatan kita kesehatan, tetapi kalau kita hadapi Corona sebagai gejala yang kita tidak punya ini dan itu (politis), jadinya sudah banyak aspek lagi yang bergerak disitu,” ujar Melki dalam sebuah diskusi membahas virus Corona di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (10/3/2020).
Melki melihat kalau tenaga medis masih bisa menangani 19 orang di Indonesia positif terkena virus Corona. Kondisi 19 orang ini juga tidak memburuk sampai sekarang.
“Sampai hari ini, ini bukan saya bicara kata baru 19 orang yang kena ini kan, satu pun tidak ada yang memburuk. Orang yang terkena Corona gejala klinisnya stabil, tenang, sehat, ini kita bersyukur sekali,” jelasnya.
Kata Melki, di Indonesia saat ini Corona ada, DBD juga ada. Dua-duanya virus penyebabnya, walaupun satu aedes aegypti, yang satu ini karena sentuhan dan sebagainya. Keduanya sama-sama tidak ada obatnya sampai hari ini. DBD tidak ada obatnya, Corona tidak ada obatnya. Kalau imunitas manusia bagus, maka dia akan selamat.
“Dua-duanya sama, kalau imunitas kita bagus, kita selamat, jadi sejauh imunitas warga itu bagus, dia selamat DBD dan dia bisa selamat Corona, kalaupun dia kena ya belum tentu mati juga,” tegasnya.
Melki berharap semua harus tenang menghadapi Corona ini. Awal mulanya, dia sempat berpikir isu ini pasti mainan. Kalau penyakit iya tetapi ketika penyakit ini muncul dan kemudian didorong oleh sebuah opini atau sebuah kebijakan, berarti ini sudah ada mainannya.
Melki jadi teringat Siti Fadilah Supari mantan Menkes yang saat kasus SARS ingin Indonesia tetap menjaga kedaulatan kesehatannya.
“Kita harus menjaga kedaulatan kita di bidang kesehatan. Bahwa ini diurus iya, tetapi pada zaman kasus Sars dimana ibu Siti Fadilah hampir menjadi korban juga, Tetapi yang ibu Siti Fadilah lakukan adalah dia tidak ingin negara ini juga tercabik-cabik urusan kesehatannya,karena setiap penyakit pasti ada di belakangnya industri farmasi kah atau kepentingan politik kan pasti ada, itu yang dijaga betul, sehingga kita menghadapi Corona ini harus dengan tenang,” kata dia.
“Secara medis diselesaikan, tapi kita cegah bahwa ini tidak menjadi agenda politik tertentu atau agenda bisnis tertentu dan juga tidak membuat negara ini kemudian menjadi panik karena urusan Corona,” imbuhnya.
Menurut Melki, kalaupun ada negara yang mengatakan atau media luar mengatakan Indonesia tidak siap, dia menantang untuk menunjukkan dimana ketidaksiapan itu.
“Ya tunjukan saja dimana? Sebab sekarang perangkat kesehatan semuanya bekerja, semua teman-teman juga ada di mana-mana, jadi bisa di cek, kalau ada kejadian seperti itu,” ujar Melki.
Melki melihat, daya tahan orang-orang Indonesia ini tidak bisa dibikin sama dengan China atau yang lain.
“Agak beda memang, kalau kita mau buat sama, ya kita punya karakter masing-masing,” jelasnya.
Melki minta agar energi tim kesehatan tidak terfokus urusan Corona saja, tapi juga jangan sampai lupa DBD dan TBC dimana TBC ini lebih berbahaya.
“TBC ini adalah penyakit primitif negeri ini yang belum hilang.Kita dibilang sebagai negara maju, tetapi TBC masuk 3 besar, masih ada juga, malah saya baru tahu dan kaget, ada penyakit yang sangat karakteristik primordial, penyakit itu hanya ada di Poso, di kabupaten mana gitu, penyakit keong,” kata Melki. (faz/bas/ipg)