Dokter anak di Surabaya menyayangkan kebijakan pemerintah yang tidak melibatkan mereka dalam rencana pembukaan kembali sekolah tatap muka. Menurut mereka, anak-anak adalah kelompok yang rentan terkena virus karena masih sulit untuk melakukan pembatasan sosial dan penyadaran pentingnya menerapkan protokol kesehatan.
dr Zahra Hikmah Dokter Spesialis Anak RSUD Dr Soetomo Surabaya mengatakan, kalaupun anak-anak diperbolehkan masuk sekolah, pemerintah dan Gugus Tugas Covid-19 setempat harus memastikan sudah tidak ada kasus di daerah tersebut. Ia menilai, kesadaran untuk tidak menyentuh orang lain, cuci tangan, dan tidak melepas masker ketika sekolah, masih sulit bagi anak-anak.
“Kalau ada infeksi (Covid-19), maka yang gampang terpengaruh adalah anak-anak kecil. Karena secara psikologis, kita tidak bisa melarang anak-anak untuk tidak memeluk temannya, tidak bergandengan tangan, memaksa mereka pakai masker dan face shield setiap saat,” kata dr Zahra kepada Radio Suara Surabaya, Senin (10/8/2020).
Ia juga menyayangkan pemerintah yang tidak melibatkan pakar dalam kebijakan ini. Karena menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), anak baru dianggap sudah aman untuk bersekolah tatap muka sekitar akhir 2020 atau saat vaksin sudah ditemukan.
“Kita tidak pernah diajak ngobrol sama Dinas Pendidikan. Saya nggak tahu ya, tidak ada kerja sama yang baik dari pemerintah ke dokter anak atau psikolog,” tambahnya.
Menurut dr Zahra, jika nantinya pembukaan kembali sekolah tatap muka diberlakukan, ada beberapa hal yang perlu dipastikan.
Pertama, di daerah tersebut benar-benar zona hijau, tanpa adanya kasus Covid-19 satu pun. Kedua, orang tua dan guru memastikan anak-anak cuci tangan sebelum masuk sekolah dan mengerti pentingnya cuci tangan. Ketiga, anak-anak harus paham bahwa memakai masker dan face shield itu penting.
dr Zahra menilai, untuk memastikan anak dapat melakukan hal-hal tersebut bukan pekerjaan yang mudah. Maka baik bagi orang tua dan guru garus berkolaborasi untuk memberikan pemahaman kepada anak-anak.
Ia juga berpesan, orang tua jangan begitu saja mendesak dibukanya kembali sekolah karena alasan kuota internet atau bosan mengajari anak di rumah. Menurutnya, orang tua juga harus memikirkan keselamatan anak saat mereka akan berkumpul dan bertemu banyak orang saat di sekolah.
Sedangkan untuk pemerintah, ia menilai Kemendikbud dan Dinas Pendidikan dapat memaksimalkan proses belajar daring agar lebih efektif.
“Sebelum memikirkan hak anak untuk belajar, kita harus memikirkan hak anak untuk sehat. Kalau anak tidak sehat, dia tidak bisa belajar dengan baik,” tambahnya.
Sebelumnya, Nadiem Makarim Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) sekolah tatap muka dapat dibuka kembali bagi zona hijau dan zona kuning. Menurutnya, pelaksanaan pembelajaran jarak jauh selama pandemi Covid-19 menimbulkan dua dampak yang serius, yakni ancaman putus sekolah dan risiko lost generation.(tin/bid)