Tiga mahasiswa Departemen Teknik Instrumentasi, Fakultas Vokasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), prihatin dengan peningkatan kasus Covid-19 pada klaster industri, menggagas inovasi Co-Saber: Corona Smartband and Smart Detector.
Inovasi Co-Saber: Corona Smartband and Smart Detector adalah sebuah teknologi presensi pintar sebagai pencegah penyebaran corona virus di industri kecil maupun pada industri menengah.
Ketiga mahasiswa ITS tersebut adalah Eko Rian Fauzi, Mia Dwi Susanti dan Arinditya Berlinda, yang tergabung di tim Armies, merasa perlu turut mengambil peran dalam menekan penularan Covid-19. Pasalnya, semenjak pandemi ini mewabah, dunia industri banyak yang terkena imbasnya hingga harus gulung tikar.
Eko Rian Fauzi, Ketua Tim Armies menerangkan meskipun sejak Juni lalu pemerintah menerapkan masa adaptasi kebiasaan baru (new normal) untuk memulihkan roda perekonomian di Indonesia, namun dampak kebijakan ini rupanya malah menambah klaster baru penyebaran Covid-19.
“Kami menilai metode presensi menggunakan fingerprint menjadi satu diantara terjadinya atau satu diantara penyebab menyebarnya virus. Oleh karena itu, Co-Saber ini hadir sebagai sebuah solusi,” terang Eko Rian.
Co-Saber sendiri terdiri dari dua perangkat yaitu Smartband dan Smart Detector yang dihubungkan oleh koneksi internet. Smartband didesain khusus menyerupai gelang yang akan dipakai para pekerja. “Alat tersebut berfungsi untuk melakukan pemantauan riwayat perjalanan pekerja, sehingga alat ini disertai dengan Global Positioning System (GPS),” tambah Eko Rian.
Sedangkan Smart Detector, lanjut Eko, dipakai sebagai alat presensi non kontak sebelum pekerja memasuki lokasi kerja. Untuk meminimalisir kontak fisik, maka disematkanlah fitur face detection untuk mengidentifikasi pekerja yang melakukan presensi.
“Pada perangkat ini juga terdapat sensor suhu berbasis sinar inframerah untuk mengukur suhu tubuh pekerja tanpa melakukan kontak fisik secara langsung,” papar Eko Rian yang lahir di Probolinggo ini.
Untuk cara kerjanya, pertama, sensor ultrasonik akan mengidentifikasi adanya seseorang di depan perangkat. Jika terdeteksi, nantinya kamera akan mengambil citra wajah pekerja tersebut. “Kemudian hasilnya akan diproses menggunakan teknologi face detection untuk mengetahui identitas pekerja yang melakukan presensi,” jelas Eko Rian.
Selanjutnya, lanjut Eko Rian, riwayat perjalanan pekerja tersebut akan diambil dari Cloud Storage dan diidentifikasi secara otomatis apakah pekerja tersebut mengunjungi satu atau lebih lokasi pada daftar hitam Covid-19. Hasil identifikasi suhu dan lokasi yang dikunjungi akan diolah kembali dan ditampilkan oleh indikator.
Teknologi Co-Saber yang digagas tim Armies ITS ini berhasil meraih juara pertama dalam kompetisi nasional yang diadakan oleh IT Telkom Purwokerto, beberapa waktu lalu.
Selain kerja sama tim, Eko menuturkan bahwa dosen Departemen Teknik Instrumentasi berperan penting dalam menelurkan gagasan ini. “Khususnya Bu Sefi Novendra sebagai dosen pembimbing kami, yang banyak memberikan saran dan masukan dalam mengembangkan Co-Saber ini,” ujar Eko.
Eko mengungkapkan bahwa sebelumnya sudah ada teknologi serupa pada 2014 silam, khususnya dalam penggunaan face detection sebagai presensi online. Yang membedakan dengan kajian tersebut, teknologi Co-Saber dilengkapi dengan fitur pengukuran suhu tubuh dan identifikasi riwayat perjalanan, sehingga dapat menyesuaikan dengan kondisi pandemi Covid-19 yang tengah melanda dunia saat ini.
Dengan adanya teknologi ini, Eko berharap dapat membantu Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang masih jauh dari sentuhan teknologi dan terancam berhenti beroperasi akibat pandemi yang tak kunjung menemui muaranya. “Kami juga berharap dengan pengaplikasian teknologi ini di dunia industri, pekerja dapat lebih disiplin dengan tidak mengunjungi tempat berisiko terjadi penularan virus,” pungkas Eko.
Sementara itu, guna meningkatkan kualitas pendidikan tinggi Indonesia dan memperluas jaringan internasional, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menggelar Virtual Public Lecture (VPL), bertema: People to People Relationship.
Acara yang diinisiasi oleh Atase Pendidikan & Kebudayaan KBRI Washington DC Amerika Serikat, Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI), dan Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4) Amerika Serikat dan Kanada ini, sudah dimulai sejak Sabtu (26/9/2020) lalu.
VPL merupakan satu diantara rangkaian program kerja sama antara para diaspora yang ada di Amerika Serikat dan Kanada dalam rangka memperkuat pendidikan tinggi Indonesia. Kegiatan kuliah tamu virtual ini adalah kegiatan yang berkesinambungan untuk mencapai kegiatan yang lebih besar di tahun depan, yaitu kerja sama university to university.
Rangkaian kuliah tamu virtual ini yang terdiri dari beberapa klaster tema besar. Prestasinya yang unggul menjadikan ITS dipercaya untuk menjadi koordinator perguruan tinggi negeri (PTN) se-Indonesia.
Kampus pahlawan ini dipercaya untuk menjadi koordinator dalam klaster Engineering dan Architecture, Urban Planning, Design dari total 17 klaster yang ada. Kegiatan kuliah virtual ini mengundang perwakilan dari 115 perguruan tinggi negeri (PTN) di seluruh Indonesia yang memiliki jurusan selaras dengan tema kali ini.
Perwakilan dari tiap PTN bergabung melalui media Zoom dan bisa berinteraksi langsung dengan narasumber. Kegiatan ini juga ditampilkan secara langsung di media sosial Facebook serta kanal Youtube, sehingga semua PTN yang terlibat bisa mendapatkan manfaat dari kegiatan VPL.
Direktorat Kemitraan Global ITS ditunjuk sebagai penyelenggara acara guna mendukung satu diantara kegiatan internasionalisasi ini. Kegiatan yang berhasil mengundang 300 lebih peserta dari seluruh Indonesia ini akan berlangsung selama 11 pertemuan yang dilaksanakan secara paralel setiap hari Sabtu, hingga 19 Desember 2020 mendatang.
Berbagai dosen dari perguruan tinggi ternama di Amerika Serikat dan Kanada diundang secara khusus untuk berbagi ilmu dan wawasan mengenai tema berbeda yang diangkat setiap minggunya.
Dr Maria Anityasari ST ME, Direktur Kemitraan Global ITS berharap kegiatan VPL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menyelesaikan masalah, serta kemampuan memahami isu terbaru mahasiswa dalam bidang yang mereka tempuh. Tidak hanya itu, Maria berharap ITS dapat turut serta berperan aktif meningkatkan kualitas pendidikan di level nasional. “Kami berharap ITS dapat menjadi pelopor dalam pengembangan pendidikan tinggi di Indonesia,” terang Dr Maria Anityasari ST ME.(tok)