Prof. Dr Ismoedijanto Pakar Infeksi dan Pediatrik Tropis Fakultas Kedokteran Unair Surabaya, menuturkan, terjadi penurunan cakupan imunisasi rutin lengkap (IRL) di tingkat regional maupun nasional selama pandemi Covid-19.
Menurutnya, cakupan imunisasi pada 2019 lalu saja rendah sekitar 60-70 persen. Jika cakupan terus rendah pada 2020 ini, maka ada kemungkinan terjadinya KLB wabah lain selama pandemi Covid-19.
“Jika orang tua takut, cakupan imunisasi makin rendah, bahaya penyakit-penyakit PD3I sangat memungkinkan terjadi. WHO memberi panduan kegiatan imunisasi di tengah pandemi Covid-19 yang bisa disesuaikan kebijakan lokal,” ujarnya.
PD3I yang dia maksud adalah penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Bila capaian imunisasi terus merosot bukan tidak mungkin terjadi risiko kejadian luar biasa (KLB) PD3I di tengah pandemi Covid-19.
Sejumlah penyakit yang masuk dalam PD3I di antaranya hepatitis B, polio, difteria, pertussis, dan tetanus. Bayi muda sangat rentan terhadap penyakit infeksi yang berbahaya seperti penyakit-penyakit di atas.
Sebab itu, Ismoedijanto bilang, imunisasi di tengah Pandemi harus tetap dikejar. Pelaksanaan imunisasi harus terukur dengan data-data sehingga bayi muda yang sistem imunnya belum cukup kuat terhindar dari penyakit-penyakit itu.
Pemprov Jatim pun berupaya mengejar capaian imunisasi di masa pandemi dengan target pencapaian imunisasi 46 persen dari total jumlah penduduk di Jawa Timur yang mencapai sekitar 40 juta orang.
Dokter Herlin Ferliana Kepala Dinkes Jatim mengatakan, cakupan Imunisasi dasar Lengkap (IDL) di Jawa Timur saat ini ada di posisi 43 persen. Mash lebih tinggi dibandingkan angka rata-rata nasional 33,7 persen.
Namun, dia mengakui, cakupan imunisasi rutin lengkap (IRL) di Dinkes Jatim masih belum mencapai target yang ditetapkan sejak awal, yaitu 46 persen.
“Dan ini menjadi pekerjaan rumah yang luar biasa, karena jumlah penduduk di Jatim sekitar 40 juta orang. Angka 43 persen dari 46 persen bukanlah angka yang kecil,” ujarnya, Jumat (18/9/2020).
Herlin menegaskan, Dinkes Jatim akan terus berupaya mencapai target itu. Dia sampaikan ini dalam webinar Optimalisasi Pelayanan Imunisasi di Era Pandemi Covid-19 yang digelar Geliat Unair, Prodi S3 Kesehatan Masyarakat dan UNICEF.
Dia melanjutkan, beberapa kabupaten di Jawa Timur yang masih berada pada zona merah Covid-19 seperti Sidoarjo, Bondowoso, Blitar, dan Mojokerto menjadi kendala capaian imunisasi.
Namun dengan 34 kabupaten/kota lain yang berada di zona kuning dan oranye, membuat target 46 persen capaian imunisasi itu masih ada peluang untuk diraih.
Terdapat 14 kabupaten/kota di Jatim yang target cakupannya belum mencapai 46 persen. Meski angkanya berhasil ditekan sejak 2015, namun jumlah kematian bayi di Jatim pada Januari-Juni 2020 masih menyentuh angka 1.869 bayi.
Sejak Covid-19 pertama kali diumumkan pemerintah pada Maret 2020, terjadi penurunan cakupan imunisasi di Jawa Timur.
Data Universal Child Imunization (UCI) yang dimiliki Dinkes Jatim menunjukkan, ada penurunan cakupan sampai 7,3 persen pada Januari-Juni 2020 dibandingkan cakupan UCI periode sama pada tahun sebelumnya.
Situasi pandemi Covid-19 ini berdampak pada penurunan cakupan imunisasi DPT4 dan MR 2 pada bayi di bawah usia dua tahun (baduta). “Yang sangat penting, bagaimana mencapai atau mengimunisasi bayi dan anak-anak,” katanya.
Kondisi penurunan cakupan imunisasi serupa juga dialami di tingkat nasional. Ini diakui oleh dr Achmad Yurianto Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Menurutnya, dalam kajian situasi cepat terkait dampak pandemi pada layanan imunisasi yang disebar kepada vaksinator dan koordinator imunisasi di 10 ribu puskesmas di Indonesia melalui jaringan sosial media, ada data sebanyak 84 persen dari 5.329 orang responden mengakui ada perubahan layanan imunisasi di provinsi masing-masing karena kebijakan pemerintah atau hal lain yang berkaitan pandemi Covid-19.
Dari data cakupan imunisasi nasional di bulan Juni 2019 dan 2020, terdapat data penurunan cakupan IDL antara 2019 dengan 2020. Sejak Maret 2020 penurunan paling signifikan terjadi pada Mei 2020 mencapai 35 persen.
“Karena itu, pelayanan imunisasi tidak boleh berhenti, ini akan berisiko KLB PD3I. Tentu KLB yang terjadi di tengah pandemi akan menjadi beban ganda bagi pemerintah, petugas kesehatan, dan masyarakat,” kata Yuri.
Menurut dia, pemberian imunisasi harus tetap diupayakan lengkap sesuai jadwal. Tetapi, strategi pemberiannya harus mempertimbangkan situasi epidemiologi Covid-19, kebijakan pemerintah, dan situasi epidemiologi PD3I.
“Jika cakupan vaksinasi menurun, tingkat kekebalan komunitas terhadap PD3I juga akan menurun. Kekebalan kelompok hanya bisa dicapai dengan imunisasi yang tinggi dan merata di semua tingkatan,” ujarnya.
Problematikanya, kata Yuri, setiap daerah memiliki kebijakan yang berbeda sehingga strategi penyelesaiannya juga perlu disesuaikan dengan kebijakan masing-masing daerah yang perlu ditingkatkan cakupan imunisasinya.
Dr Nyoman Anita Damayanti, PIC Program Gerakan Peduli Ibu dan Anak Sehat Berbasis Keluarga dan Masyarakat (Geliat) Unair Surabaya menguatkan hasil survey cepat yang mereka laksanakan di 24 kota/kabupaten di Jawa Timur.
Sebanyak 100 persen responden mengakui, dampak pandemi Covid-19 juga berpengaruh pada program imunisasi secara umum.
“Sebanyak 83 persen responden menyatakan mengalami penurunan terkait frekuensi kedatangan atau partisipasi masyarakat untuk mengimunisasi anaknya selama pandemi ini. Lalu 100 persen responden mengakui ada hambatan pelayanan imunisasi selama pandemi Covid-19 ini,” jelasnya.
Hambatan yang paling banyak dirasakan responden, kata dia, terkait beban tenaga kesehatan lebih banyak untuk mengurusi Covid-19 sehingga kekurangan waktu dan tenaga untuk mengurusi imunisasi.
“Responden yang menyatakan pelayanan imunisasi dasar yang paling terdampak atau tidak terpenuhi selama pandemi Covid-19 sebanyak 43 persen. Pelayanan imunisasi yang paling terdampak booster pentavalent,” kata Nyoman. (den/tin)