Jumat, 22 November 2024

BMKG Tambah Lagi Sensor Gempa di Surabaya

Laporan oleh Zumrotul Abidin
Bagikan
Dwikorita Karnawati Kepala Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (BMKG). Foto : Dok. sebelum pandemi/Humas Pemkot Surabaya

Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (BMKG) bekerjasama dengan Pemkot Surabaya melakukan pemetaan mikrozonasi gempa bumi. Pemetaan ini untuk mendeteksi wilayah yang diprakirakan mengalami getaran kuat akibat patahan aktif.

Dwikorita Karnawati Kepala BMKG mengatakan, hasil dari pemetaan ini dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk penyempurnaan tata ruang dan juga penyempurnaan standar bangunan tahan gempa di Surabaya.

“Jadi dari hasil pemetaan mikrozonasi tersebut kita akan tahu secara lebih akurat zona-zona mana saja yang diprakirakan akan mengalami getaran yang lebih kuat, berapa besar getaran kekuatannya akan diketahui nanti,” ujar Dwikorita usai audiensi dengan Tri Rismaharini Wali Kota Surabaya di rumah dinas Jalan Sedap Malam, Surabaya, Senin (24/2/2020).

Dwikorita mengatakan, BMKG akan menambah dua lagi akselerometer (sensor gempa) di Surabaya yang sebelumnya sudah terpasang 4 sensor dan 10 intensity meter (alat deteksi getaran).

“Saat ini sensor yang ada di Surabaya ada 4 sensor yang sudah terpasang. Tahun lalu ditambah 10 intensity meter itu juga sensor dan tahun ini tambah 2 lagi,” kata Dwikorita.

Menurut Dwikorita, jumlah 16 sensor gempa itu sudah cukup untuk Surabaya. Menurutnya, BMKG sekarang sudah bisa menghitung potensi gempa dalam waktu 3-5 menit. Itu memang belum ideal seperti kemampuan Negara Jepang yang bisa mendeteksi gempa dalam dua menit.

“Idealnya ya secepatnya, seperti di gempa bumi berakibat tsunami di Palu itu dalam 2 menit tsunami sudah datang. Tapi di sini kan nggak ada tsunami. Jadi kalau bisa 2 menit, Jepang itu bisa. Target kita menuju dua menit, kita sekarang 3 menit sudah mampu,” katanya.

Dwikorita juga mengingatkan, hampir seluruh wilayah Indonesia termasuk di Kota Surabaya berpotensi mengalami getaran gempa bumi.

“Nah, jadi ada beberapa patahan aktif memang, tapi ini bukan hal baru. Jadi sejak beberapa puluh tahun lalu,” kata Dwikorita.

Sekadar diketahui, wilayah Surabaya berada pada jalur zona Sesar Kendeng dan Madura yang berada pada jalur zona Sesar RMKS (Rembang, Madura, Kangean, dan Sakala).

Berdasarkan catatan sejarah kegempaan (Visser 1922), jalur Sesar Kendeng pernah memicu terjadinya gempa bumi merusak di Mojokerto (1836,1837), Madiun (1862, 1915) dan Surabaya (1867). Sedangkan Sesar RMKS juga pernah memicu terjadinya gempa bumi merusak di Rembang-Tuban (1836), Sedayu (1902), Lamongan (1939), Sumenep (13 Juni 2018 dan 11 Oktober 2018 ). (bid/iss/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
36o
Kurs