Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memperkirakan akan terjadi baby boom atau meledaknya angka kelahiran di Indonesia akibat pandemi Covid-19, hingga mencapai 500 ribu kehamilan.
Eni Gustina Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN dalam webinar Hari Kependudukan Sedunia di Jakarta, Selasa (25/8/2020), menjelaskan perkiraan terjadinya ledakan angka kelahiran dikarenakan penduduk mengalami keterbatasan mengakses layanan kontrasepsi di masa pandemi Covid-19 di Indonesia, sebagaimana dilansir Antara.
Dia menjelaskan beberapa layanan KB yang dilakukan oleh penyuluh KB sempat terhenti pada masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Selain itu, pengiriman berbagai jenis alat kontrasepsi ke berbagai daerah juga sempat terkendala karena ditutupnya transportasi penerbangan pada masa PSBB.
Eni menyebut bahwa penyuluh KB mengalami kendala pada ketersediaan alat pelindung diri untuk melakukan penyuluhan KB yang membutuhkan interaksi jarak dekat dengan penduduk.
“PSBB menyebabkan keterbatasan pelayanan kesehatan termasuk pelayanan KB jangka panjang, tidak memadainya alat pelindung diri, rantai pasok alat yang terganggu, alat kontrasepsi yang terbatas karena mengalami hambatan pengiriman lantaran ada pembatasan transportasi penerbangan sehingga berdampak pada kontinuitas pelayanan KB,” kata Eni.
Menurut data BKKBN, pelayanan KB menunjukkan penurunan sebesar 10 persen pada periode April, Mei, Juni dibandingkan dengan periode Januari, Februari, Maret di mana kasus Covid-19 di Indonesia belum merebak.
Oleh karena itu BKKBN memperkirakan terjadinya ledakan angka kelahiran di Indonesia. “Dampak pelayanan KB karena Covid-19 diperkirakan akan terjadinya baby boom 375 ribu sampai 500 ribu kehamilan,” kata Eni.
Lebih lengkap Eni menjelaskan berdasarkan studi yang dilakukan oleh beberapa organisasi di dunia, mengidentifikasi ada 47 juta perempuan diperkirakan tidak bisa mengakses metode kontrasepsi yang mengakibatkan tujuh juta kehamilan tidak diinginkan. Selain itu juga tercatat 31 juta kasus kekerasan berbasis gender, dan 13 juta perkawinan anak yang terjadi di negara berkembang. (ant/dfn/ipg)