Banjir yang melanda Desa Banjarasri dan Kedungbanteng Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo selama sebulan kebelakang belum juga surut. Amien Widodo Ahli Geologi ITS menduga, ada penurunan tanah di wilayah tersebut akibat semburan lumpur lapindo yang masih aktif.
“Selama semburan lumpur lapindo masih aktif, maka dinamika geologi di sekitar semburan juga aktif seperti penurunan tanah di sekeliling tanggul semburan,” ujar Amien pada Kamis (13/2/2020).
Beberapa tanda khas dari adanya penurunan tanah ini di antaranya yaitu, adanya genangan yang sangat sulit kering, banyak rumah mengalami kerusakan seperti retak retak dan pintu-pintu yang sulit dibuka, ada perubahan arah aliran air permukaan yang dulu mengalir ke timur berlaih ke barat, dan pasang surut terus menerus untuk pemukiman di pantai.
“Tanda tanda ini terlihat nyata di desa Banjarasri dan Kedungbantemg selama 20 hari lebih tergenang dan tidak ada tanda tanda mau surut. Kesaksian beberapa penduduk mengatakan bahwa dari dulu tidak pernah banjir seperti ini, sampai hampir sebulan. Selama ini kalaupun hujan deras, ada genangan paling besoknya sudah kering lagi,” jelasnya.
Pada tahun 2010, ITS diminta Pemprov Jatim untuk melakukan kajian kelayakan permukiman di luar tanggul lumpur lapindo. Sebab, di areal luar tanggul mengalami penurunan tanah yg diikuti semburan lumpur/gas serta kerusakan infrastruktur dan aset. Hasil kajian menunjukkan, kawasan sekitar tanggul khususnya di bagian utara dan barat laut mengalami penurunan 2-8 cm per tahun.
Hasil kajian Tim Kajian ITS tahun 2010 merekomendasikan pemerintah untuk melakukan monitoring penurunan ini secara periodik sehingga diketahui dinamika di sekitar semburan lumpur lapindo. Mengingat semburan lumpur lapindo masih aktif, berarti proses dinamik di sekitar lumpur juga masih aktif. Penurunan tanah salah satu tanda kawasan itu masih aktif dan sangat disarankan dilakukan pengukuran rutin di kawasan di luar tangggul.
Pada tahun 2016, ITS diminta Pemprov Jawa Timur melakukan kajian untuk menilai kelayakan pengeboran migas di kawasan Tanggulangin. Hasilnya menunjukkan bahwa penurunan tanah tahun 2010 – 2016 bisa mencapai 50 cm dan kajian bawah permukaan ITS menujukkan masih berlangsungnya penurunan tanah.
TIM ITS menyarankan pihak pemerintah daerah untuk melakukan pengukuran GPS untuk monitoring rutin penurunan tanah sampai sejauh 6 kilometer dari pusat semburan.
“Oleh karena saat ini sudah tergenang, maka disarankan segera melakukan pengukuran penurunan di kawasan tersebut untuk menilai seberapa besar penurunannya. Bersamaan itu disarankan untuk mengoperasikan pompa untuk menyedot genangan air,” kata Amien.
Akibat banjir ini, banyak warga mulai terserang penyakit. Jumlah warga yang telah dirawat akibat banjir mencapai 278 orang. Kasus terbanyak yaitu sakit gatal-gatal, sakit kepala, dan demam. Hingga saat ini, banjir masih melanda dua desa di Tanggulangin, Sidoarjo. (bas/ang/rst)