Ratusan massa dari Federasi Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia yang melakukan aksi unjuk rasa masih bertahan di depan Mapolda Jatim pada Rabu (22/1/2020). Sejak pukul 10.00 WIB, mereka masih menunggu Kapolda Jatim memberikan kepastian mengenai tuntutan aksi mereka.
Fian Perwakilan Massa Federasi Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia Jatim mengatakan, ada tiga tuntutan utama para massa aksi. Pertama, menghentikan dan menghapuskan pungli terhadap sopir self loader (kendaraan pengangkut alat berat), mengusut dan memecat oknum kepolisian yang terlibat dalam aktivitas pungli, dan memberikan perlindungan dan pengawalan secara gratis terhadap self loader.
“Kita ingin menghapuskan pungli yang dialami para sopir self loader. Beberapa bulan kemarin, seringkali (sopir, red) ditarik oleh polisi yang dalam peraturannya, ketika polisi mengawal truk semacam ini, truk self loader, tidak ada aturan yang mengatur tarif. Ini ada tarifnya,” ujar Fian saat ditemui di depan Mapolda Jatim pada Rabu (22/1/2020).
Ia mengatakan, massa aksi masih akan terus bertahan sampai tuntutan dipenuhi dan ada kesepakatan tertulis antara massa aksi dan pihak Polda Jatim.
Dalam rilis yang diterima suarasurabaya.net, pihak federasi memberikan beberapa contoh kasus pungli dialami anggotanya. Salah satunya pungli yang dialami oleh Arifin supir PT.ADE
“Bapak Arifin memuat bego PC 200 dari Sidoarjo ke Kediri, sebelum masuk tol disuruh izin ke pihak kepolisian setempat untuk pengawalan, setelah dikawal oknum kepolisian, meminta biaya Rp. 2.500.000. Kejadian ini terjadi dua kali dengan waktu yang pertama 3 minggu lalu dan kedua 16 Januari 2020 malam.”
Kompol Dwi Sumrahadi Rakhmanto Kasat PJR Polda Jatim saat dihubungi suarasurabaya.net mengatakan, pihaknya mengharuskan pengawalan bagi truk pengangkut alat berat pascakecelakaan maut di Desa Sentul, Purwodadi, Pasuruan, pada 22 Desember 2019 lalu. Sebelum kecelakaan di Pasuruan itu memang aturan tersebut belum diberlakukan.
“Kami mengawal alat berat karena ada kejadian kemarin di wilayah Pasuruan. Alat berat mengalami kecelakaan sehingga menimbulkan korban sampai tujuh orang. Ini sangat membahayakan,” ujarnya.
Menurut Dwi, aturan terkait pengawalan itu berdasarkan Pasal 169 UU Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Pasal 360 KUHP. Kendaraan yang membutuhkan pengawalan adalah mereka yang mengangkut barang-barang khusus dan berisiko bagi pengguna jalan yang lain.
Aturan pengawalan itu, kata Dwi, berlaku tidak hanya di jalan tol. Kalau mau mengangkut alat berat, silakan menghubungi petugas atau Polres terdekat. Kalau jalan sangat ramai, pengawalan akan dilakukan malam hari karena harus memperhatikan keselamatan dan kondisi jalan.
Terkait pengenaan tarif pengawalan, Kasat PJR Polda Jatim mengaku tidak tahu. “Kalau soal tarif saya tidak tahu karena kami dalam pengawalan itu tidak menerapkan tarif. Kalau itu terjadi di lapangan, akan kami cek dan dalami lagi,” ujarnya.(bas/ipg)