Stigma negatif masih membayangi program bayi tabung atau fertilisasi in vitro. Prof. Samsulhadi, dr., SpOG(K) Kepala Klinik Tiara Citra Surabaya mengatakan, hingga saat ini masih ada pasangan suami-istri yang datang dengan perasaan malu dan menyembunyikan keikutsertaannya dalam program tersebut.
Ia mengatakan, masih ada mitos di masyarakat yang menyebut pasangan yang ikut program bayi tabung adalah pasangan yang tidak normal. Padahal, ada kondisi yang ia sebut sebagai unexplained infertility.
“Padahal, salah satu indikasi bayi tabung adalah unexplained infertility. Setelah diperiksa segala macam, dua-duanya normal. Itu 10 persen dari pasangan suami-istri yang susah punya anak,” ujar Prof. Samsul di sela acara temu alumni klinik fertilitas Graha Amerta-Tiara Citra di Surabaya pada Minggu (16/2/2020).
Relly Y. Primariawan, dr., SpOG (K) Kepala Klinik Graha Amerta juga membenarkan hal itu. Ia menyebut stigma negatif dan ketidakterbukaan pada program bayi tabung masih ada hingga sekarang. Ia menyebut, salah satu alasannya adalah kontroversi agama.
“Di lingkungan agamis, (pada beberapa kasus, red) kalau bisa privacy mereka jangan diketahui keluarganya. Ada kontroversi agama yang tidak setuju bayi tabung. Ada yang bilang, sebenarnya bayi tabung dilarang. Karena tidak alami. Kemungkinan itu masih ada. Karena kepercayaan mereka gitu,” jelasnya.
Meski begitu, data per tahun di klinik yang diasuh oleh dr. Relly menyebutkan, jumlah siklus (program) yang ditangani bisa mencapai angka 200. “Trennya semakin meningkat,” katanya.
Sebagai informasi, bayi tabung adalah proses mempertemukan sperma dan sel telur untuk menjadikan embrio (zigot) dari luar rahim perempuan. Setelah berhasil, maka zigot ini akan dimasukkan ke rahim perempuan yang bersangkutan.(bas/tin/ang)