Dwi Cahyono Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Timur mengakui, lonjakan harga putih mencapai lebih dari 50 persen di pasaran berdampak pada food and beverage (F&B).
“Pasti sudah terdampak. Karena cabai, telur juga mulai naik. Bawang putih ini salah satu bahan dasar yang menambah basic harga jual,” katanya kepada Radio Suara Surabaya, Rabu (12/2/2020).
Kalau harga bawang putih yang melonjak tinggi kemudian diikuti kelangkaan stok di pasar, para pelaku bisnis kuliner baik di hotel dan restoran menurutnya akan mulai menghitung ulang.
“Kita sama-sama belum tahu, virus korona ini sampai kapan? Tapi kami pasti akan menghitung ulang. Satu bulan ini masih wait and see. Pilihannya antara menaikkan harga atau mengurangi porsi,” ujarnya.
Pada masa naiknya harga jual bawang putih saat ini saja, kata Dwi, sebagian pelaku bisnis ini sudah mulai resah. Mereka mulai mencari informasi tentang keberadaan penyuplai lain.
“Ada yang istilahnya mulai nempil (menumpang beli). Ya, siapa tahu ada kelebihan suplai yang harganya masih wajar. Itupun stoknya mungkin bertahan sampai dua bulan,” katanya.
Stok penyuplai dengan harga yang masih wajar itu bisa bertahan dua bulan karena saat ini kondisi Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) relatif tidak terlalu ramai.
“Kalau kondisi MICE ramai, atau dalam waktu dekat ada event besar, saya kira tidak sampai itu (dua bulan) malah. Ya, tadi, kalau keputusannya mempertahankan citarasa, pilihannya menaikkan harga,” ujarnya.
Bawang putih sebagai bahan dasar, kata Dwi, memang menjadi penting sebagai penguat rasa masakan. Menu masakan apapun, sebenarnya tanpa bawang putih juga tetap enak.
“Kalau tidak ada ya enggak apa-apa, tetap enak. Tetapi tidak terlalu nendang. Saya kurang ada tidak bahan alternatif. Kemungkinan ada tapi tidak ada yang sekuat itu,” katanya.
Apalagi selama ini, bawang putih hasil tanam sendiri dengan bawang putih impor dari masing-masing negara, menurut para chef rasanya juga berbeda-beda ketika diterapkan dalam setiap masakan.
Meski demikian, PHRI Jatim yang memiliki grup khusus para pelaku F&B di Jawa Timur akan terus berkomunikasi dan mencarikan solusi, bagaimana agar mereka tidak bergantung pada komoditas tertentu.(den)