Senin, 25 November 2024

24,3 Persen Warga Anak Remaja, Hasto Wardoyo: Jangan Sampai Tercemar Toxic

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Hasto Wardoyo Kepala BKKBN berbicara dalam sambutan peluncuran aplikasi "Klik KB" di Kantor BKKBN, Jakarta, Senin (17/8/2020). Foto : Dok/Humas BKKBN

Hasto Wardoyo Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengingatkan para orang tua berperan agar Indonesia bisa menikmati bonus demografi di masa depan. Dia sarankan orang tua memberi perhatian kepada anak remaja dan lingkungannya agar terhindar dari toxic friendship.

Hasto menyampaikan itu saat berbicara sebagai narasumber dalam Rakorbidnas DPP PDI Perjuangan (PDIP) bidang kelautan dan perikanan yang dilaksanakan secara virtual, Rabu (7/10/2020).

Di acara itu, hadir Hasto Kristiyanto Sekjen DPP PDIP, Rokhmin Dahuri Ketua DPP PDIP Bidang Kelautan dan Perikanan, pengurus daerah PDIP dari seluruh provinsi dan kabupaten/kota, serta sejumlah kepala daerah termasuk Ganjar Pranowo Gubernur Jateng.

Awalnya, Hasto menjelaskan bahwa terjadi peningkatan jumlah orang dengan gangguan kejiwaan di Indonesia. Dari awalnya sekitar 1,3 per seribu orang pada awal 2000-an, kini sudah di angka 18 perseribu. Tentu saja hal ini bisa berpotensi adanya orang-orang dengan gangguan kejiwaan yang hadir di tengah-tengah masyarakat.

Pada titik itu, Hasto mengatakan remaja harus dijaga dan mendapat perhatian serius. Dari seluruh warga negara, sebanyak 24,3 persen adalah remaja. Dan kelompok remaja inilah kunci bangsa Indonesia bisa memetik bonus demografi.

“Syarat kita bisa memetik bonus demografi ini asal tak kawin muda, tak hamil usia muda, tak putus sekolah. Kalau remaja kita begitu, terjadi miss bonus demografi. Efeknya nanti stunting juga akan meningkat,” kata Hasto.

Untuk itu, setiap orang wajib memperhatikan lingkungan keluarganya sendiri dan lingkungan di wilayah masing-masing. Sebab di lingkungan masyarakat itu banyak toxic people. Contoh saja, orang dengan gangguan kejiwaan saja sekitar 9,8 persen.

“Sehingga ada peluang toxic friendship yang efeknya toxic relationship. Efeknya banyak keluarga toxic, perceraian tinggi, dan bukan keluarga mandiri,” kata dia.

BKKBN sendiri akan berusaha mendorong perbaikan lingkungan ini dengan program yang bertujuan menggelorakan kampung berkualitas. Basisnya mengambil inspirasi dari Trisakti Bung Karno, dimana kampung berkualitas adalah yang teguh dalam ideologi, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian di dalam kebudayaan.

“Situasi pandemi Covid ini memberikan peluang luar biasa untuk kampung berkualitas. Karena misalnya, di saat inilah kesempatan terbaik tak impor dan memproduksi sendiri semua produk untuk memenuhi kebutuhan sendiri,” jelasnya.

Sebagai mantan Bupati Kulonprogo, Hasto Wardoyo lalu banyak bercerita soal bagaimana di kabupaten yang terletak di Provinsi Yogyakarta itu, masyarakat diarahkan untuk menjadi mandiri.

Air diproduksi sendiri, toko modern seperti Alfamart dan Indomaret diakuisisi sehingga menjadi milik warga Kulonprogo, hingga rakyat berkeinginan mengganti Starbuck menjadi Starprog yang dimiliki warga sendiri.

Di Kulonprogo, warga bisa memiliki antena sendiri yang terhubung ke satelit, hingga bisa menjual pulsa sendiri untuk kebutuhan sendiri.

Para kepala daerah, khususnya dari PDIP, menurut Hasto, punya peluang besar mengarahkan kegiatan sejenis. Intinya adalah bagaimana memandirikan ekonomi pedesaan dengan memastikan uang berputar di desa dan wilayah sendiri.

“Saya usulkan bantuan pangan non tunai jadi kunci. Bagaimana e-warung dimiliki rakyat miskin, dimana uangnya harus dibelikan produk lokal seperti ikan, beras, lele yang diproduksi warga sendiri. Ini membuat uangnya muter di daerah. Jangan beli bantuan pangan produk asing. Jadi bila di timur Indonesia, yang wajib dibeli dengan bantuan pangan tunai itu adalah sagu. Di Kulonprogo ini sudah dimulai sejak 2018,” jelasnya.

Pada titik itu pula, pengembangan sektor perikanan, baik perikanan laut maupun darat, menjadi memiliki potensi pengembangan yang sangat luar biasa.

“Kualitas gizi daging ikan tak kalah dengan daging sapi. Kalau butuh vitamin A, ikan tinggi juga. Lemaknya juga tak kalah. Protein, kalori. Padahal harganya lebih murah dari daging sapi. Jadi daripada impor daging sapi, mending beli lele dan ayam tetangga sehingga uangnya tetap di sekitar kita,” ujar Hasto.(faz/den)

Berita Terkait

Surabaya
Senin, 25 November 2024
26o
Kurs