Dr dr Sutrisno Sp.OG (K) Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jatim menyebutkan, ada sebanyak 22 orang tenaga kesehatan di Jawa Timur, kecuali di Surabaya, yang meninggal akibat Covid-19.
“Jadi kalau dokter itu ada 76 orang yang positif hasil swab-nya. Ini yang di luar Surabaya, ya. Kemudian yang meninggal 10 orang. Terus perawat, informasi yang saya terima, ada 106 orang (terjangkit), yang meninggal 10 orang,” ujarnya di Surabaya, Senin (29/6/2020).
Selain dokter dan perawat, dia juga mendapat informasi dari organisasi profesi bidan di Jawa Timur, ada sebanyak 52 orang bidan di Jawa Timur, di luar yang ada di Kota Surabaya, yang terjangkit Covid-19.
“Kalau bidan, yang meninggal dua orang. Itu informasi yang saya terima dari ketua-ketua organisasi profesi. Tentu kalau ditambah dengan yang di Surabaya, jumlahnya akan lebih banyak lagi,” katanya.
Dalam rapat dengar pendapat (hearing) bersama Anggota DPRD Jatim di Gedung DPRD Jalan Indrapura Surabaya, Sutrisno menyampaikan agar pemerintah memprioritaskan perhatian kepada tenaga kesehatan.
“Ibarat perang, tentaranya, ya, tenaga kesehatan itu. Jadi kalau kepingin perang, tentaranya harus dirawat, diopeni, diperhatikan. Supaya tenaga, pikirannya, dan kemampuannya bisa terus melakukan pelayanan,” katanya.
Sutrisno juga meminta agar pemerintah memfasilitasi screening dengan rapid test terhadap tenaga kesehatan yang bertugas di berbagai rumah sakit rujukan maupun non rujukan di Jawa Timur.
“Tenaga kesehatan yang memberi pelayanan langsung maupun tidak langsung (kepada pasien Covid-19), beserta tenaga penunjangnya di-screening secara rutin. Yang ketahuan positif diistirahatkan dulu,” ujarnya.
Screening ini penting, sehingga hanya tenaga medis yang sehat yang bisa memberikan pelayanan kepada pasien di rumah sakit. Ini untuk menghindari transmisi penularan lebih jauh.
“Karena kalau sakit, itu kan bisa menular kepada keluarganya, menular ke pasiennya, menularkan ke pengunjung rumah sakit. Jadi bebannya akan ganda, gitu,” ujarnya.
Tidak hanya itu, yang paling dia tekankan adalah upaya pemerintah dan semua elemen masyarakat untuk menghindarkan tenaga kesehatan yang berjibaku di garda terdepan penanganan pasien Covid-19 terhindar dari stigma negatif.
“Ini yang paling penting. Bagaimana kami (tenaga kesehatan) bisa dilindungi dari stigma. Kan sering, sudah sakit, mau pulang ditolak masyarakat. Ada yang meninggal, mau dikubur juga ditolak masyarakat,” katanya.
Untuk menghapus stigma seperti itu perlu adanya peran berbagai pihak. Menurutnya, harus tertanam di masyarakat bahwa para tenaga kesehatan ini bekerja pagi, siang, sore, dan malam untuk memberi pelayanan.
“Kalau ternyata harus menjadi korban, kemudian meninggal, ya, tolong bisa diapresiasi, bukan malah ditolak,” ujarnya.(den/iss/ipg)