Emil Elestianto Dardak Wakil Gubernur Jawa Timur menegaskan, tidak ada alasan pengelolaan limbah B3 di Jawa Timur hanya boleh satu saja. Sejauh ini ada dua rencana pembangunan fasilitas pengelolaan limbah B3 di Jawa Timur.
Pertama, pembangunan pengelolaan limbah B3 di Lamongan oleh PT. Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI), perusahaan swasta yang sebagian besar modalnya dimiliki Dowa Eco System, perusahaan asal Jepang.
PT. PPLI-Dowa Eco System adalah perusahaan pengelola fasilitas pengolahan limbah B3 terbesar di Indonesia, di Cileungsi, Bogor, Jawa Barat. Perusahaan ini berniat membangun fasilitas baru di Kecamatan Brondong, Lamongan.
Sementara, Pemprov Jatim pada era pemerintahan Soekarwo-Saifullah Yusuf telah melakukan peletakan batu pertama pembangunan Pusat Pengelolaan Limbah B3 di Dawarblandong, Mojokerto, pada Februari 2019 lalu.
“Saya kira tidak ada alasan hanya boleh satu. Siapapun yang memenuhi persyaratan bisa. Selain di Lamongan sebelum era kami sudah menyiapkan lahan melalui proses panjang. Dua-duanya harus jalan,” ujarnya.
Emil menjelaskan, nantinya untuk Pusat Pengelolaan Limbah B3 di Lamongan murni akan dikerjakan dan dikelola swasta. Sedangkan yang di Mojokerto akan dikelola BUMD dan Pemerintah Provinsi.
“Kebutuhannya kan banyak. Jadi ada reliability (keandalan), misalnya saat salah satunya tidak mampu menampung bisa ditampung di tempat lainnya,” kata Emil di Gedung Negara Grahadi, Senin (1/4/2019).
Izin prinsip dan tata ruang pembangunan pusat pengolahan limbah B3 milik PT. PPLI-Dowa, kata Emil, sudah ada. Tinggal menunggu analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal). Emil tidak bisa memastikan, sejauh mana prosesnya.
Sementara, untuk pusat limbah B3 di Dawarblandong, Mojokerto, Pemprov Jatim sampai saat ini masih mencari teknologi yang tepat guna dan membuka peluang kemitraan dengan berbagai pihak.
Emil memungkinkan, pembangunan pusat pengelolaan limbah B3 di Mojokerto bisa dilakukan dengan skema Public Private Partnership atau Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).
“Karena di menu Perpres 38 tahun 2015, pengolahan limbah itu salah satu item infrastruktur. Bisa dengan KPBU. Tentu ini salah satu model yang governance-nya paling baik untuk menentukan investor yang akan masuk,” ujarnya.
Emil mengatakan, Pemprov masih akan memformat keterlibatan BUMD dan pemerintah dalam pembangunan pusat pengeloaan limbah B3 di Mojokerto. Selain PPP, kata Emil, masih ada kemungkinan kerja sama B to B (business to bussiness).
Artinya, BUMD yang ditunjuk melakukan pembangunan (dalam hal ini PT Jatim Grha Utama/JGU) bisa secara langsung bekerja sama dengan investor: bisa jadi perusahaan swasta yang berasal dari luar negeri.
“Kalau PPP, maka private sector (perusahaan swasta) itu nanti tandatangannya langsung dengan Pemprov. Dia (perusahaan swasta) akan ditetapkan sebagai Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama (PJPK),” ujarnya.
Aries Mukiyono Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Jatim mengatakan, sampai saat ini sudah ada beberapa negara yang berminat untuk berinvestasi pada pembangunan pusat pengelolaan limbah B3 di Jawa Timur.
“Sudah ada beberapa negara, Pemprov Jatim masih menimbang, mana yang paling sesuai untuk bisa masuk ke Jawa Timur,” ujarnya.(den/tin)