Satuan tugas (satgas) anti mafia bola menyatakan pemeriksaan Joko Driyono pelaksana tugas Ketua Umum PSSI terkait dengan kasus pengrusakan dokumen bukti, belum tuntas.
“Kemarin Senin (18/2/2019) sudah dilakukan pemeriksaan oleh penyidik yang dimulai sekitar jam 11.00 WIB siang. Yang didalam rencana penyidikan ada 32 pertanyaan. Jadi setelah berjalannya waktu penyidikan baru sampai pertanyaan ke-17 ditutup,” kata Kombes Pol Argo Yuwono Ketua tim media satgas anti mafia bola di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, dilansir Antara Selasa (19/2/2019).
Belum tuntasnya pemeriksaan pada Joko Driyono yang dilakukan di Dit Reskrimum Polda Metro Jaya, kata Argo, karena yang bersangkutan meminta untuk menghentikan sementara pemeriksaannya.
“Kemudian dilanjutkan pada Kamis (21/2/2019) mendatang pukul 10.00 WIB di Polda Metro Jaya,” ucap Argo.
Karena belum selesainya pemeriksaan itu juga, lanjut Argo, Joko Driyono tidak dilakukan penahanan meski telah berstatus tersangka.
“Pertanyaannya belum selesai semua dijawab ya. Dari rencana pertanyaan 32, dan itu pun nanti tergantung daripada jawaban daripada pak JD. Nanti bisa bertambah juga pertanyaannya, tergantung dari jawaban-jawaban pak JD itu,” ucap Argo.
Dalam pemeriksaan itu, kata Argo, Joko Driyono ditanya seputar perannya dalam kasus penghancuran dan penghilangan atal bukti, sebelum penggeledahan di lokasi yang sudah dalam “penguasaan” penyidik.
“Garis besarnya, yang bersangkutan ditanya seputaran menyuruh orang untuk mengamankan laptop dan dokumen lain yang dalam posisi di police line yang sudah dalam penguasaan penyidik di situ. Dari pengakuannya diketahui yang bersangkutan memang menyuruh orang untuk mengamankan barang tersebut,” ujarnya.
Joko Driyono diperiksa dalam kapasitasnya sebagai tersangka dalam kasus pengrusakan dan pencurian barang bukti di kantor Komisi Disiplin PSSI pada 14 Februari. Ia diduga menugaskan tiga orang untuk mengambil serta melakukan perusakan barang bukti pada lokasi yang sudah dipasangi garis polisi.
Joko dikenakan beberapa pasal yang bisa saja menjeratnya, yaitu pasal 363 KUHP terkait pencurian dan pemberatan, kemudian pasal 232 KUHP tentang perusakan pemberitahuan dan penyegelan.
Lalu pasal 233 KUHP tentang perusakan barang bukti dan yang terakhir adalah pasal 235 KUHP terkait perintah palsu untuk melakukan tindak pidana yang disebutkan di pasal 232 KUHP dan 233 KUHP. (ant/wil/ipg)