Beban kesakitan akibat depresi harusnya menjadi salah satu masalah kesehatan yang ditanggung oleh BPJS.
Dr Nalini Muhdi, SpKJ Perwakilan Indonesia untuk International Association for Suicide Prevention (IASP) mengatakan, hingga saat ini BPJS Kesehatan masih belum menanggung hal tersebut.
Menurutnya, depresi bukan hanya berhubungan dengan aspek emosional saja, namun berdampak pada sakit fisik yang cukup banyak. Dalam kasus lebih lanjut, depresi juga bisa menimbulkan pikiran tentang kematian atau bunuh diri.
Biaya konsultasi ke Psikolog atau Psikiater juga perlu ditanggung oleh BPJS. Ini menjadi bagian prevention atau pencegahan bunuh diri pada orang yang sedang mengalami depresi. Tak hanya itu, persoalan yang muncul dari upaya bunuh diri juga perlu ditanggung oleh BPJS.
“Misal usaha bunuh dirinya itu mengiris tangan, atau minum obat-obatan, itu akhirnya ada diagnosanya percobaan bunuh diri, penyakit fisiknya yang ditanggung itu jadi gugur. Itu kan jadi dilema kan untuk petugas kesehatannya, kalau ditulis (percobaan bunuh diri, red) akhirnya dia tidak ada pembiayaan. malah jadi beneran nyoba (bunuh diri, red) lagi karena stres,” jelasnya.
Ia mengatakan, pemicu stres saat ini ada empat sumber, yaitu konflik, tekanan, frustasi, dan krisis.
“Kalau kita tidak memiliki suatu cara mengatasi masalah yang baik, atau kekuatan mental, ego tidak kuat dan riskan, maka kita akan rentan depresi dan depresi gejala ikutannya bisa pikiran tentang bunuh diri,” kata Dr Nalini.
Sebagai informasi, perilaku bunuh diri yang menjadi gejala lanjutan depresi telah mencapai angka yang mengkhawatirkan di seluruh dunia. Berdasarkan data WHO, ada sekitar 800 ribu orang meninggal dunia akibat bunuh diri setiap tahunnya. Artinya, setiap 40 detik, terdapat 1 orang meninggal dunia akibat bunuh diri. (bas/tin/iss)