Mohammad Yanto Ketua Forum Petani Garam Madura (FPGM) menuding, ada perusahaan pengelola sekaligus persahaan penyuplai garam yang merekayasa jumlah penyerapan garam lokal.
Ini berkaitan syarat pemerintah soal impor garam atau penggunaan garam impor, harus menyertakan bukti penyerapan garam lokal. Menurut Yanto, ada perusahaan Surabaya yang melakukan mark-up penyerapan ini.
Perusahaan itu, kata Yanto, tidak hanya mensyaratkan rekayasa bukti penyerapan garam petani di Madura, tetapi juga minta kompensasi dari setiap ton garam petani yang diserap.
“Saat petani mengirim 1500 ton garam, si suplier malah ngasih dokumen, disuruh minta bukti serap ke dinas kabupaten/kota setempat, dari 1.500 ton jadi 12 ribu ton,” katanya di Kantor Gubernur Jatim, Rabu (4/9/2019).
Perusahaan ini juga meminta kompensasi dari petani untuk setiap ton garam yang diminta sebesar Rp25 ribu. Menurut Yanto, petani garam yang tergabung di FPGM merasa dirugikan atas ini.
“Kalau satu truk 10 ton, sudah ongkang-ongkang mereka. Tidak perlu bekerja sudah dapat keuntungan. Ini perlu diperbaiki,” ujarnya.
Di luar itu, kata Yanto, pabrik-pabrik pengelola garam itu kucing-kucingan dalam menyerap garam. Mereka membatasi penyerapan garam ini tanpa diketahui petani.
“Satu hari minta satu truk. Dua hari tutup. Besoknya lagi minta satu truk lagi. Sedangkan kami para petani, produksi setiap hari, setiap saat, akhirnya garamnya semakin menumpuk,” ujarnya.
Dia meminta, semua pabrik atau perusahaan pengelola garam berkomitmen mencapai target penyerapan garam lokal sesuai MoU yang diinisiasi Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI).(den/dwi)