Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) menegaskan, hingga saat ini belum ada satupun laporan rumah sakit yang gulung tikar akibat menunggaknya pembayaran klaim BPJS kesehatan.
dr. Daniel Budi Wibowo Ketua Kompartemen Jaminan Kesehatan Persi mengatakan, data yang masuk ke Persi Pusat hanya seputar rumah sakit yang beralih kepemilikan.
“Yang ada rumah sakit yang beralih kepemilikan. mungkin karena permodalannya yang belum kuat atau pertimbangan lain. Tapi itu sesuatu yang biasa dalam industri (rumah sakit, red),” tegasnya.
Namun, ia tak menutup mata jika beberapa rumah sakit di Indonesia terancam bangkrut akibat menunggaknya pembayaran klaim BPJS Kesehatan. Ia menyebut, utang BPJS Kesehatan pada seluruh rumah sakit di Indonesia mencapai angka Rp28 triliun. Ia meminta kepada rumah sakit yang mengalami kendala pembiayaan bisa melakukan mekanisme supply chain financing.
“Jadi sebenarnya ada jalur keluarnya melalui supply chain financing. Pinjaman bank dengan mengagunkan tagihan pada BPJS dengan klaim dari BPJS. Sementara, ini dianggap sebagai memperpanjang nafas bagi Rumah Sakit yang bisa mengakses,” jelasnya.
Ia juga berharap, Pemerintah Provinsi bisa ikut membantu RS di daerah kekuasaannya agar tetap bertahan. Ini dikatakannya sesuai dengan surat yang dikeluarkan Kementerian Dalam Negeri kepada para Gubernur. Tak hanya itu, ia juga berharap politik anggaran untuk anggaran BPJS Kesehatan di periode 2019-2024 bisa lebih baik. Sehingga tidak terjadi lagi defisit anggaran di BPJS Kesehatan.
Meski dalam kondisi sulit, Ia menegaskan, rumah sakit tidak akan mengurangi mutu layanan kesehatan pada pasien. Kata dr. Daniel, rumah sakit tidak akan berani mengurangi standar pelayanannya karena berkaitan dengan hal yang esensial.
“Pelayanan itu sesuatu yang esensial. Pada saat rumah sakit mengurangi mutu layanan, itu boleh dikatakan sama dengan bunuh diri bagi rumah sakit. Karena yang dijual kan layanan,” pungkasnya. (bas/iss)