Khairul Fahmi Pengamat Militer dari Institute for Security and Strategic Studies menilai, pencabutan Dwi Fungsi TNI bersifat final dan tidak boleh dikembalikan melalui cara apapun. Pasalnya, apabila TNI kembali mendapatkan tempat di lembaga-lembaga sipil, hal ini akan membawa dampak negatif kedepannya.
“Hal ini bisa menjadi pandangan negatif. Muncul pandangan bahwa sipil tidak mampu mengurusi urusan-urusan seperti ini. Pencabutan dwi fungsi (TNI, red) sudah final. Tidak boleh kembali,” ujarnya ketika berdiskusi dalam forum yang diadakan oleh KontraS Surabaya pada Sabtu (2/3/2019).
Ia menegaskan, pencabutan Dwi Fungsi TNI adalah salah satu amanat reformasi yang telah diperjuangkan banyak pihak di masa lalu. Seluruh pihak harus secara serius mengingatkan pemerintah saat ini agar tidak melakukan kesalahan.
“Jangan sampai apa yang kita perjuangkan di masa lalu menjadi sia-sia karena kita tidak mampu menjaganya. Kita harus bergandeng tangan menolak perluasan penempatan tentara di lembaga sipil,” tegasnya.
Ia juga menilai, meski pemerintah tidak secara gamblang menyebut akan membangkitkan kembali dwi fungsi TNI, namun rencana Joko Widodo Presiden untuk merestrukturisasi TNI berpotensi membuat militer kembali bisa berpolitik seperti pada masa Orde Baru.
“Memang banyak yamg sudah memastikan bahwa tidak akan lagi TNI berpolitik. Tapi para perwira ini akan masuk ke kementerian dengan pangkat eselon 1 dan 2. Yang mana mereka akan sering rapat dengan DPR dan lembaga-lembaga lain. Mereka akan berpolitik pastinya,” kata Fahmi.
Sebelumnya, Marsekal Hadi Tjahjanto Panglima TNI menyatakan, dirinya ingin prajurit perwira tinggi aktif bisa mengisi jabatan eselon I dan 2 di sejumlah kementerian. Pernyataan ini muncul sebagai salah satu solusi atas banyaknya perwira tinggi (pati) dan perwira menengah (pamen) TNI yang tidak memiliki jabatan di struktur TNI. (bas/wil/iss)