Jumat, 22 November 2024

Pemerhati Pendidikan: Dindik Jatim Harusnya Beri Masukan ke Pusat Sebelum Terapkan Zonasi PPDB

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Ratusan wali murid yang unjuk rasa di kantor Dinas Pendidikan (Dispendi) Kota Surabaya, Kamis (20/6/2019). Foto: Dok./Abidin suarasurabaya.net

Forum Pemerhati Pendidikan (FPP) Jawa Timur menilai, polemik pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berbasis zonasi di Jawa Timur, yang berujung protes wali murid di sejumlah lokasi, sebenarnya bisa dicegah sejak awal.

Rasiyo Koordinator FPP Jatim, mantan Sekretaris Daerah Provinsi Jatim sekaligus mantan Komisaris Bank UMKM Jatim mengatakan, sebenarnya tujuan penerapan zonasi PPDB berdasarkan Permendikbud 51/2018 ini bagus.

“Bagus tujuannya itu. Untuk pemerataan pendidikan di Indonesia, kan? Supaya tidak ada lagi kesenjangan hak dalam memperoleh pendidikan,” katanya dalam keterangan pers yang didapat suarasurabaya.net, Jumat (28/6/2019).

Namun, penerapan zonasi PPDB ini menurutnya tidak bisa lepas dari kondisi topografi Indonesia. Zonasi, kata dia, juga harus melihat ketersediaan sarana dan prasarana masing-masing daerah. Tidak bisa disamaratakan.

“Kalau disamaratakan, imbasnya ada yang merasa dirugikan dan akan protes. Ya, akhirnya demo seperti di Grahadi itu,” ujar pria yang juga pernah menjabat Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur di era Gubernur Imam Utomo ini.

Polemik dan protes zonasi PPDB oleh wali murid itu, menurutnya bisa dicegah bila sejak sebelum diterapkan Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim sudah aktif memberikan masukan kepada pemerintah pusat.

Dindik Jatim sebagai pemangku kebijakan di wilayah provinsi ini, menurutnya, pasti mengetahui detail sarana dan prasarana yang ada. Misalnya mengenai sebaran dan jumlah sekolah negeri dan swasta yang ada di masing-masing kabupaten/kota.

Dia mencontohkan, sebaran Sekolah Dasar (SD) di era Orde Baru, yang mana pemerintah saat itu mengharuskan setidaknya ada minimal satu SD Negeri di setiap desa. Dengan demikian, di masa sekarang, penerapan zonasi PPDB SD tidak terkendala.

“Beda halnya dengan sekolah di jenjang berikutnya. SMP biasanya ada di setiap Kecamatan, kemudian SMA, malah lebih jarang lagi. Tidak mesti di kecamatan ada. Contohnya di Surabaya, SMA-nya kebanyakan tersentral,” jelasnya.

Dia berpendapat, seharusnya sebelum penerapan zonasi PPDB, Pemprov mengambil sampel daerah yang dinilai siap menerapkan sistem ini. Semacam pilot project untuk membandingkan sebaran sekolah dengan jumlah lulusan.

Senada dengan Rasiyo, Ardo Sahak anggota FPP Jatim yang saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Kominfo Jatim mengatakan, penerapan zonasi PPDB Jatim ini perlu persiapan yang benar-benar matang.

Tugas Dindik Jatim, kata dia, memberikan masukan tentang keadaan wilayahnya kepada pemerintah pusat, yang sebelumnya sudah dibahas bersama praktisi di bidang pendidikan Jatim, sebelum pelaksanaan zonasi PPDB.

“Bisa dibahas dulu dengan pemerhati pendidikan, tokoh dari universitas-universitas, serta mantan Kepala Dinas Jatim. Nanti, usulan itu disampaikan ke pusat, bisa diskusikan dulu dengan dirjen, lalu disampaikan ke menteri,” ujarnya.

Ardo yakin, pemerintah melalui Kemendikbud tidak akan mengabaikan kondisi yang ada, baik itu kondisi siswa didik, orang tua, maupun kondisi sekolah negeri yang ada. Dengan demikian, Kemendikbud bisa mengkaji kembali penerapan sistem zonasi.

PPDB sistem zonasi, kata dia, harus diperbaiki dan disempurnakan agar tidak merugikan masyarakat. Ketersediaan sekolah-sekolah dibarengi dengan pemenuhan fasilitas sarana dan prasarana yang layak harus menjadi perhatian pemerintah di kemudian hari.

Kalau hal itu sudah dilakukan, kata salah satu Mantan Kepala Bidang di Dindik Jatim ini meyakini, para orang tua dan siswa didik tidak akan berebut mendaftar masuk sekolah negeri tertentu karena semua sekolah memiliki standar yang sama.

“Kalau sudah standar semua, zonasi bisa mutlak diberlakukan. Kalau sekarang ini, seharusnya pemerintah memetakan dulu wilayahnya sebelum penerapan. Bisa juga dengan sample, di cari daerah yang sudah siap menjadi pilot project pemberlakuan zonasi,” ujarnya.

Sebelum ini, Khofifah Indar Parawansa Gubernur Jawa Timur sempat mengungkapkan, dirinya sudah pernah berkomunikasi langsung dengan Muhadjir Effendy Mendikbud RI mengenai sistem zonasi PPDB.

Sekitar awal Juni lalu dia mengatakan, dia sudah sampaikan kondisi sarana dan prasarana di Jawa Timur ini kepada Mendikbud. Sampai akhirnya Mendikbud menyetujui diskresi yang dilakukan Pemprov Jatim.

Hasil komunikasi itu, kata Khofifah, membuat Pemprov bisa menerapkan tambahan kuota 20 persen untuk seleksi PPDB berdasarkan nilai Ujian Nasional namun tetap berada di dalam zona.(den/tin/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
31o
Kurs