Ketahanan pangan di Indonesia harus diikuti dengan keamanan pangan. Ini dikatakan oleh Prof. Bambang Wirjatmadi Pakar Kesehatan Masyarakat Unair dalam Diskusi Pakar yang digelar di Kampus Unair, Surabaya pada Selasa (23/4/2019). Menurutnya, keamanan atau kualitas pangan tak kalah penting untuk diperhatikan karena berhubungan dengan kesehatan masyarakat di Indonesia.
“Misal saya contohkan, per hektar sawah bisa hasilkan sekian ton beras, dari segi (jumlah, red) produk baik. Tapi apakah didalamnya kandungan gizinya bagus atau tidak, belum tahu,” ujar Bambang ketika ditemui usai menjadi pemateri Diskusi Pakar di Kampus Unair, Surabaya pada Selasa (23/4/2019).
Pasalnya, saat ini ia menilai banyak beredar beras yang memiliki serat tinggi sehingga tidak cocok untuk beberapa kalangan masyarakat karena sulit dicerna. Tak hanya bahan pangan, produk makanan jadi juga dinilainya masih bermasalah dalam hal pengawasan kualitas.
“Makanan jadi malah kayak yang (makanan yang biasa dijual ke, red) anak sekolah itu, kualitasnya nggak bisa dijaga, nggak ada yang ngawasi,” ungkapnya.
Ia mengingatkan, saat ini banyak makanan tidak aman yang beredar di masyarakat, seperti buah-buahan yang disuntik pemanis, aneka kerupuk yang diberi pewarna, makanan berjamur, mie dan bakso yang mengandung bahan kimia seperti boraks dan formalin.
Ditanya terkait peran negara dalam pengawasan makanan, ia menilai jumlah sumber daya manusia yang dimiliki Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan) masih sangat terbatas.
“Saya menyadari, BPOM kan orangnya sedikit. Siapa yang ngawasi sampai (makanan di, red) SD-SD. Itu di kota loh. Belum di pelosok-pelosok di kabupaten-kabupaten itu, ndak ada yang ngawasi tentang kualitasnya. Di kampus saja, kualitas makanan di kantin belum ada pengawasan,” katanya.
Lebih lanjut, ia memandang idealnya badan pengawas makanan bisa berada hingga di level kecamatan. Ia menyontohkan Negara Belanda yang memiliki Institute of Health, sebuah badan pengawas makanan yang ada hingga di tingkat kecamatan.
“Kalau di luar negeri, itu ada Institute of Health, itu di tingkat kecamatan.
Di Belanda. Disini belum ada. Jadi semua produk makanan di kecamatan itu yang ngawasi dia. Jadi begitu salah, ditutup (usaha makanannya, red),” pungkasnya. (bas/tin)