Nasir Djamil anggota Komisi Hukum atau Komisi III DPR RI mengatakan, soal permohonan Amnesti terhadap Baiq Nuril akan menjadi ujian komitmen terhadap Joko Widodo (Jokowi) Presiden.
“Tentunya apa yang diinginkan oleh ibu Baiq Nuril soal amnesti memang ini adalah sebuah komitmen, artinya Jokowi Presiden sebagai kepala negara diuji komitmennya terkait pemberdayaan perempuan dan melindungi kaum perempuan,” kata Nasir dalam konferensi pers bersama Baiq Nuril di Media Center DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (10/7/2019).
Nasir menjelaskan, kelompok-kelompok yang rentan satu di antaranya adalah perempuan. Karena itu, apa yang dialami Nuril menjadi catatan bahwa negara harus melindungi warga negaranya dan ada satu kewenangan yang dimiliki Presiden, yaitu kewenangan memberikan amnesti.
Kata dia, amnesti itu akan menghilangkan atau meniadakan akibat hukum dari perbuatan seseorang dan kemudian juga bisa mengembalikan status seseorang yang awalnya bersalah menjadi tidak bersalah. Menurutnya, itu yang dibutuhkan Nuril.
“Karenanya, amnesti itu membutuhkan pertimbangan bukan persetujuan. Pertimbangan dari DPR. Saya punya keyakinan kalau kemudian, ibu Baiq Nuril meminta amnesti kepada Presiden dan kemudian presiden meminta pertimbangan DPR. Saya haqqul yakin seluruh fraksi di DPR akan memberikan persetujuan kepada Presiden soal pemberian amnesti kepada ibu Baiq Nuril,” ujarnya.
Nasir yakin akan hal itu karena ini juga momentum untuk menghadirkan apa yang disebut dengan restorative justice. “Kami saat ini bersama pemerintah sedang menyusun revisi undang-undang hukum pidana. Dan salah satu hal yang ingin ditekankan dalam revisi itu adalah soal restorative justice,” kata dia.
Sebenarnya,menurut Nasir, hukum yang saat ini dipraktikkan sangat legalistik dan formalistik. Akibatnya, tidak ada ruang untuk melakukan satu upaya di mana seolah-olah hukum itu sudah bisa menyelesaikan masalah.
“Jadi ibu Baiq Nuril, yakinlah kepada DPR bahwa DPR pasti memberikan persetujuan kepada Presiden terkait amnesti yang ibu ajukan kepada presiden,” kata Nasir.
Sekali lagi, kata Nasir, persetujuan itu bukan karena opini yang berkembang tetapi ada beberapa kondisi tertentu.
“Yang disampaikan teman-teman seperti mas Joko (kuasa hukum Baiq Nuril), apalagi guru yang berinisial (M) itu dikenal sebagai guru beler atau guru mesum. Jadi Guru itu sudah dikenal seperti itu, kondisi-kondisi ini tak diperhatikan majelis hakim, itu yang membuat terkadang kita tak habis pikir.”
“Karena itu, sering kami katakan bahwa Hakim itu bukan corong undang-undang, dia harus memperhatikan keadilan di tengah masyarakat, jadi seolah-olah majelis hakim itu mengabaikan apa yang disebut dengan keadilan dan kemanfaatan hukum. Hanya bicara soal kepastian hukum, tetapi soal keadilan, soal kemanfaatan hukum, sama sekali sepertinya diabaikan dalam kasus Baiq Nuril ini,” ujarnya.
Saat ditanya apakah PKS akan langsung mendukung terkait Amnesti, anggota komisi III fraksi PKS ini menjawab pasti dan memberikan dukungan.
“Sekali lagi, dukungan ini kami lihat dari perspektif korban. Sebab, hukum selama ini kurang memperhatikan aspek korban, terutama kelompok yang rentan, yakni perempuan. Dalam banyak hal kelompok-kelompok rentan ini diabaikan dan tak mendapatkan perlindungan, karena itu sekali lagi kami fraksi PKS memberikan persetujuan jika ibu Baiq Nuril dan presiden sebagai kepala negara minta pertimbangan DPR, dan DPR ada fraksi-fraksi,” kata Nasir.(faz/den)