Sabtu, 23 November 2024

Khofifah: Pancasila Jangan Dipreteli

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Khofifah Indar Parawansa Gubernur Jawa Timur setelah memimpin upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Grahadi, Selasa (1/10/2019). Foto: Humas Pemprov Jatim.

Indonesia sedang menghadapi ujian di hari Kesaktian Pancasila, Selasa (1/10/2019). Khofifah Indar Parawansa Gubernur Jawa Timur meminta Pancasila jangan dipreteli (dipisah-pisahkan).

Beberapa waktu belakangan, masih terjadi aksi unjuk rasa berujung ricuh di berbagai wilayah Indonesia merespons sejumlah undang-undang yang sedang dirancang maupun disahkan pemerintah.

Kerusuhan akibat konflik sosial mengarah pada isu pemecahbelahan bangsa terjadi di Wamena, Jayawijaya, Papua. Sila Ketiga Persatuan dan Kesatuan, kata Khofifah, memang urgen untuk dirakit saat ini.

“Tetapi, jangan dipreteli, deh. Kita tidak bisa menyatakan ini lebih berat atau lebih ringan, atau ini lebih prioritas atau tidak. Saya rasa semua harus kita bangun secara setara,” ujarnya usai memimpin upacara di Gedung Negara Grahadi.

“Kalau kita bilang, apakah persatuan sangat urgen untuk kita rakit saat ini? Iya. Tapi persatuan butuh keadilan. Pemerataan pembangunan jadi penting. Supaya masyarakat merasakan equal treatment.”

Menurutnya, sila persatuan dan keadilan dalam Pancasila saling berkelindan. Menjadi satu rangkaian dalam proses pembangunan, seperti yang dia terapkan di Jatim. Misalnya, dalam memeratakan pembangunan Jatim Selatan dan Utara.

Ketimpangan sosial dan ekonomi antara desa dan kota dia akui masih terjadi di Jatim. Demikian halnya antara pusat dan daerah. Antara Jawa dan luar Jawa. Di sinilah keadilan itu diuji.

“Itulah kemudian, mungkin, kenapa Ibukota akan dipusatkan di Indonesia Timur. Karena dengan berpusatnya ekonomi dan politik di sana akan menumbuhkan sentra-sentra pertumbuhan baru,” ujarnya.

Bagaimana dengan permusyawaratan mufakat? Tanya Khofifah. Hal itu juga sesuatu yang juga diseyogyakan oleh sejumlah agama di Indonesia. Oleh tradisi dan budaya, juga oleh para kepala suku dan kepala adat.

“Dalam proses demokrasi ini, tidak bisa pengambilan keputusan semua rakyat ikut. Kan, enggak bisa. Wong jumlah rakyatnya puluhan juta, kalau di Jawa Timur. Di Indonesia kira-kira sudah 293 juta. Maka kemudian ada sistem perwakilan,” ujarnya.

Siapa yang mengambil keputusan? “Ya wakil -wakil mereka (rakyat),” kata Khofifah. Maka demokrasi di Indonesia berjalan dengan sistem perwakilan. Wakil rakyat itulah yang mendiskusikan berbagai masalah.

“Memusyawarahkan, berdebat lah di situ, mengkritisi di situ. Maka ada fungsi pengawasan. Ada fungsi regulasi di situ. Fungsi legislasi (aturan) dan budgeting (penganggaran),” katanya.

Khofifah berharap, masing-masing wakil rakyat akan menyampaikan hasil musyawarah tentang berbagai kebijakan dan penganggaran itu kepada rakyat, misalnya ketika mereka reses.

“Diharapkan bahwa musyawarah mufakat ini akan menjadi bagian dari sistem demokrasi yang kita bangun lewat sistem perwakilan. Nah pada posisi seperti ini, lalu bagaimana aspek imanitas, aspek kemanusiaan?”

Khofifah menegaskan, perlindungan terhadap hak asasi manusia, hak hidup, hak mendapatkan rasa aman, rasa nyaman, semua itu adalah sesuatu yang menjadi kewajiban pemerintah kepada rakyatnya.

“Jadi, pada posisi sekarang, saat kita memperingati hari kesaktian Pancasila, saya sebetulnya melihat semua ini dalam satu kesatuan. Satu Oktober ini kita harus menempatkan semua sila itu sama pentingnya untuk menjadi dasar kehidupan kebangsaan dan kenegaraan Indonesia,” katanya.(den/tin/dwi)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs