Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mencatat per tahun terdapat 13 juta perempuan di Indonesia mengalami kekerasan seksual.
“Ada sekitar 13 juta perempuan mengalami kekerasan dalam satu tahun,” kata Titi Eko Rahayu Staf Ahli Menteri Bidang Penanggulangan Kemiskinan Kementerian PPPA di Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (18/6/2019) saat menyampaikan sambutan pada rapat koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak Dalam Bencana.
Rakor itu digelar untuk penyusunan rencana induk pemulihan kembali perempuan dan anak dalam bencana, yang digelar oleh Kementerian PPPA bekerja sama UNFPA dan DP3A Sulteng, di Palu, 18-19 Juni 2019.
Ia mengatakan hasil pendataan khusus untuk kekerasan terhadap perempuan melalui Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) tahun 2016 menunjukkan bahwa 1 di antara 3 perempuan usia 15-64 tahun atau 33,4 persen mengalami kekerasan fisik dan atau seksual oleh pasangan dan selain pasangan selama hidupnya.
Kemudian, dalam catatan Kementerian PPPA, sekitar 1 dari 10 perempuan usia 15-64 tahun atau 9,4 persen mengalami kekerasan seksual dalam 12 bulan terakhir.
Selanjutnya, kekerasan pada anak dari hasil Survei Pengalaman Hidup Anak dan Remaja Nasional (SPHARN) tahun 2018, menunjukkan bahwa 2 dari 3 anak-anak dan remaja perempuan atau laki-laki pernah mengalami salah satu bentuk kekerasan sepanjang hidupnya.
“Kekerasan yang dialami oleh anak dan remaja cenderung tidak berdiri sendiri tetapi bersifat tumpang tindih di antara jenis kekerasan,” katanya, seperti dilansir Antara.
Berdasarkan data tersebut, ia menegaskan, jika dibandingkan dengan angka kesakitan manapun, kekerasan masih jauh lebih besar. Kekerasan merupakan masalah yang memberikan dampak buruk dan mengurangi efektivitas upaya membangun kesejahteraan.
Ia menguraikan, pemerintah telah mengupayakan berbagai macam cara untuk melakukan perlindungan perempuan dan anak dari kekerasan, mulai dari penguatan dari sisi hukum, sampai pada pelaksanaan berbagai program/kegiatan untuk melakukan tindakan preventif seperti sosialisasi/advokasi.
Namun demikian, kekerasan terhadap perempuan dan anak, khususnya kekerasan seksual, semakin marak dan terungkap termasuk dalam situasi bencana/darurat, demikian Titi Eko Rahayu. (ant/dwi)