Jenderal Polisi Tito Karnavian Kapolri menegaskan mobilisasi massa atau diistilahkan people power untuk menggulingkan pemerintah yang sah, akan terjerat hukuman seperti diatur Pasal 107 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Pernyataan itu disampaikan Kapolri, dalam forum Rapat Kerja Komite I DPD RI dengan mitra kerjanya, terkait Evaluasi Pemilu Serentak 2019, Selasa (7/5/2019), di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta.
Menurut Jenderal Tito, kalau ada kelompok masyarakat yang ingin melakukan gerakan massa, mereka harus menaati aturan. Salah satunya, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Selain itu, ada Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan, dan Penanganan perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum.
“Ajakan untuk menggerakkan people power, itu mobilisasi umum untuk melakukan penyampaian pendapat, harus melalui mekanisme yang diatur. Kalau tidak menggunakan mekanisme itu, apalagi kalau ada bahasa akan menjatuhkan pemerintah, itu Pasal 107 KUHP jelas. Ini adalah undang-undang yang dibuat oleh rakyat. Itu bahasanya jelas. Yaitu perbuatan untuk menggulingkan pemerintah yang sah, maka ada ancaman pidananya,” ungkapnya.
Pasal 107 KUHP ayat (1) menegaskan, makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Ayat (2), para pemimpin dan pengatur makar tersebut dalam ayat (1), diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.
Kapolri menjelaskan, aksi massa yang sesuai dengan mekanisme memiliki batasan-batasan yang harus dipatuhi, seperti tidak menganggu ketentraman umum, pemerintah, dan juga harus memiliki surat resmi yang dilayangkan kepada pihak kepolisian.
“Harus ada koordinasi dengan kepolisian, jam berapa sampai jam berapa aksi massa itu berlangsung. Tidak bisa disebar lewat WhatsApp titil kumpul di suatu tempat. Unjuk rasa harus diberi tahu dulu. Harus ada surat, dan nanti Polri lakukan tanda terima,” tegasnya.
Lebih lanjut, Jenderal Tito menyebut people power yang asli adalah waktu warga masyarakat mendatangi tempat pemungutan suara untuk menggunakan hak pilihnya pada Pemilu. (rid/iss/ipg)