Terkait wacana jalur khusus tol kendaraan roda dua atau motor, Bambang Soesatyo (Bamsoet) Ketua DPR RI menilai bahwa banyak yang belum tahu dan asal berkomentar tanpa memberi solusi.
“Ternyata banyak yang belum paham namun sudah ‘sotoy‘ atau sok tahu,” ujar Bamsoet di Jakarta, Selasa (5/2/2019).
Kata dia, gagasan itu bukan idenya tapi merupakan aspirasi para pemotor yang jumlahnya telah mencapai jutaan. Bamsoet mengaku hanya meneruskan aspirasi tersebut kepada pemerintah dan memperjuangkannya.
Bamsoet menjelaskan, mengingat di dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.44 tahun 2009 tentang Jalan Tol jelas tertulis bahwa, Pembangunan insfrastruktur yang dibangun pemerintah harus memberikan manfaat sebesar-besarnya dan seadil-adilnya bagi masyarakat. Kemudian, pada beberapa daerah di Indonesia sepeda motor merupakan moda transportasi dengan populasi yang cukup besar sehingga perlu diberi kemudahan dalam penggunaan insfrakstruktur jalan tol dengan memperhitungkan faktor keselamatan dan keamanan.
Menurut Bamsoet, penggunaaan jalan tol sebagaimana yang dimaksud adalah, bukan langsung bergabung bersama-sama pengguna mobil jalan tol yang selama ini sudah berjalan sebagaimana disampaikan banyak pihak dan menimbulkan pro-kontra.
“Disinilah saya melihat banyak yang gagal paham dan sotoy. Namun terpisah atau disediakan jalur khusus satu arah dengan gate atau gerbang khusus motor bagi ruas-ruas tol yang masih memungkinkan selebar 2,5 meter di sisi bahu jalan yang dibatasi separator beton dengan tingkat keamanan yang tinggi seperti yang sudah ada di tol Bali Mandara,” tegasnya.
Kata Bamsoet, semua itu juga tertuang di dalam PP No.44 tahun 2009 yang mengacu pada UUD Negara Republik Indonesia 1945 pasal 5 ayat (2) dan UU No.38 tahun 2004 tentang Jalan. Yakni di dalam pasal 38 ayat (1a) yang berbunyi:
‘Pada jalan tol dapat dilengkapi dengan jalur jalan khusus bagi kendaraan bermotor roda dua yang secara fisik terpisah dari jalur jalan tol yang diperuntukan bagi kendaraan roda empat atau lebih.’
Dia menilai, banyak yang belum paham persoalan sudah menuding dan berkomentar ‘asbun‘ (asal bunyi) tanpa data atas nama keselamatan pengguna motor tanpa memberikan solusi bagaimana mengurangi tingkat kecelakan dan kematian yang tinggi bagi pemotor di jalan raya.
Menurut dia, solusi yang tepat adalah dengan menyediakan jalur khusus disetiap insfrastruktur jalan tol yang masih memungkinkan secara fisik, satu arah dengan pintu gerbang khusus seperti di Bali Mandara. Dengan demikian kemacetan pemotor di jalan biasa akan terurai karena sebagian pemotor masuk tol khusus motor. Dan potensi kecelakaan pun terhindar karena satu arah, tidak berlainan arah. Seperti kasus Bali.
Menurut Kombes Pol Anak Agung Made Sudana Dirlantas Polda Bali, berdasarkan catatan Polda Bali sejak lima tahun lalu, jalur tol khusus motor Bali Mandara itu beroperasi, sampai hari ini zero accidents atau tidak ada kecelakaan yang menimbulkan kematian atau luka parah.
Polda Bali menurut catatannya, sepanjang lima tahun sejak jalur khusus motor di tol Bali Mandara itu beroperasi, hanya ada 16 peristiwa kecelakaan. Itupun kecelakaan luka ringan akibat senggolan yang hanya menimbulkan kerugian material saja. Seperti motor lecet atau rusak ringan, karena jalur satu arah.
Begitu juga dengan Mabes Polri. Berdasarkan pengalaman, Irjen Pol Refdi Andri Kepala Korps Lalu-lintas Polri atau Kakorlantas, menilai masuknya motor ke jalan tol khusus motor dengan pemisah atau separator yang memadai dengan mobil roda empat atau lebih. Serta lebar jalan yang cukup seperti di jalan tol Bali Mandara, dapat menekan tingkat kecelakaan.
“Polri bicara dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku dan data serta fakta yang ada. Dengan mengacu pada pada jalan tol khusus motor yang sudah ada, yaitu Bali Mandara dan Suramadu. Tidak asbun,” tegasnya.
“Jadi, siapa bilang dengan jalur khusus motor dengan separator berkeamanan tinggi di tol itu berbahaya dan menambah kematian?” kata Bamsoet.
Dia menjelaskan, kalau bicara dari sisi kepentingan investor dan pengelola jalan tol beserta para mitranya yang selama ini telah meraut keuntungan triliunan rupiah dari bisnis jalan tol, wacana motor roda dua berhak masuk jalan tol, pastilah telah membuat mereka tidak nyaman karena itu akan mengancam keuntungan mereka dan merugikan secara bisnis. Sebab, mereka nanti akan terpaksa menyediakan berbagai sarananya sesuai bunyi Peraturan Pemerintah (PP) No. 44 tahun 2009 tentang jalan tol dan UU No.38 tahun 2004 tentang Jalan.
Dan mereka, lanjut dia, akan dengan sekuat tenaga menggunakan jaringanya untuk menolak wacana ini. Menolak tuntutan azas keadilan dan aspirasi jutaan rakyat Indonesia yang selama ini hanya bisa mengandalkan moda transportasi motor untuk menjalani kehidupannya sehari-hari, ditengah-tengah sistem dan sarana transportasi umum yang belum membaik.
“Jadi, kalau dalam pro-kontra ini ada yang nyinyir dan tidak peduli dengan nasib keselamatan dan nyawa mereka para pemotor di jalan raya tanpa solusi, ya dapat dipahami,” kata dia.
Namun, Bamsoet menegaskan, itu tidak boleh dibiarkan. Sudah saatnya sebagai anak bangsa harus ada kepedulian, dan tidak boleh lagi membiarkan rakyat berjuang sendirian ditengah kemacetan jalan segala arah dari kekacauan sistem transportasi dengan bertaruh nyawa. Mereka juga ingin menikmati insfrastruktur tanpa diskriminasi yang dibangun oleh negaranya, dengan nyaman dan aman seperti para pemilik mobil. (faz/wil/rst)