Senin, 25 November 2024

WALHI Mengecam Penghargaan Khofifah pada Perusahaan Tambang Tumpang Pitu

Laporan oleh Zumrotul Abidin
Bagikan
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Timur melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Gubernur Jatim, Kamis (1/8/2019). Foto: Abidin suarasurabaya.net

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Timur mengecam keputusan Khofifah Indar Parawansa Gubernur Jatim yang memberi penghargaan pada PT Bumi Suksesindo (BSI) perusahaan tambang emas Tumpang Pitu, Banyuwangi pada puncak peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia di Kompleks Pelabuhan Perikanan Pantai Mayangan Probolinggo, Minggu (28/7/2019) lalu. Penghargaan itu diberikan atas Laporan Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Tahun 2019.

Rere Christianto Direktur WALHI Jatim di sela aksi di depan kantor Gubernur Jatim Jalan Pahlawan mengatakan, penghargaan tersebut menjadi bukti Khofifah tidak menunjukkan komitmen perlindungan terhadap keselamatan rakyat, khususnya di pesisir selatan Jatim. Pertambangan itu telah menimbulkan gejolak penolakan di masyarakat terdampak, yang merasakan ancaman kerusakan ekologis.

Menurut Rere, masih Iekat dalam ingatan warga, kejadian banjir lumpur sepanjang Agustus hingga September 2016 yang menyebabkan kerusakan ekosistem di Pulau Merah, menghancurkan lahan pertanian serta menyebabkan penurunan pendapatan di sektor pariwisata dan nelayan di Pantai PuIau Merah.

“Kejadian banjir ini diduga kuat disebabkan kerusakan kawasan hulu gunung Tumpang Pitu karena aktivitas pertambangan emas. Padahal sebelumnya wilayah tersebut merupakan hutan lindung,” kata Rere di sela aksi di depan kantor Gubernur Jatim di Jalan Pahlawan, Kamis (1/8/2019).


WALHI Jawa Timur melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Gubernur Jatim, Kamis (1/8/2019). Foto: Abidin suarasurabaya.net

Menurut Rere, ancaman perluasan pertambangan di Jatim sendiri merupakan salah satu masalah nyata yang harus dihadapi oleh masyarakat. Berdasarkan data yang dihimpun melalui Korsup KPK (Koordinasi-Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi) untuk Pertambangan Mineral dan Batubara, menunjukkan per 29 Agustus 2016, jumlah izin usaha pertambangan (IUP) di Jatim memang mengalami penurunan bila dibanding data Kementerian ESDM di tahun 2012 yaitu dari 378 IUP menjadi 347 IUP di tahun 2016.

Namun, secara substansial terdapat peningkatan signifikan terhadap luasan lahan pertambangan. Jika di tahun 2012 luas lahan pertambangan di Jawa Timur hanya sekitar 86.904 hektar, pada tahun 2016 tercatat luasan lahan pertambangan di Jatim mencapai 551.649 hektar.

“Artinya jika merujuk dalam dua dokumen tersebut, maka kenaikan jumlah lahan pertambangan di Jatim mencapai 535 persen hanya dalam rentang waktu 4 tahun saja,” katanya.
 
Rere mengungkapkan, sebelumnya, konflik terkait aktivitas pertambangan di wilayah selatan Jatim sudah berulang kali terjadi. Mulai dari rencana pertambangan emas di Silo, Jember yang mendapat penolakan warga, tambang emas di wilayah Trenggalek, tambang pasir besi pantai Jolosutro di Blitar, pantai Wonogoro di Kabupaten Malang.

Hingga di wilayah selatan Lumajang yang memakan nyawa seorang pejuang lingkungan bernama Salim Kancil.

Rere menilai, munculnya konflik-konflik yang sampai menelan korban jiwa sama sekali tidak menjadi pelajaran bagi pemerintah, terlebih terkait komitmen mereka untuk segera melakukan perubahan penataan kawasan.

“Pemberian penghargaan terkait Iingkungan hidup oleh Gubernur kepada perusahaan ekstraktif pertambangan tentu saja layak dipertanyakan. Aktivitas pertambangan yang tidak mengindahkan keselamatan Iingkungan dan menyebabkan eskalasi konflik Iahan,” ujar Rere.

Menurut catatan WALHI Jatim, dalam enam tahun terakhir (2013-2018), eskalasi bencana ekologis di Jatim terus menerus meningkat. Pada tahun 2013 jumlah bencana ekologis tercatat ada 233 kejadian, jumlah ini terus meningkat hingga pada tahun 2018 tercatat setidaknya ada 455 kejadian bencana ekologis. Bencana ekologis adalah akumulasi krisis ekologis yang disebabkan oleh ketidakadilan Iingkungan dan gagalnya sistem pengurusan alam.

“Kawasan selatan Jawa selayaknya ditetapkan menjadi kawasan lindung dan konservasi demi mengantisipasi bencana yang mungkin timbul,” kata Rere.(bid/tin/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Senin, 25 November 2024
29o
Kurs