Tujuh tokoh lintas agama menolak keras adanya aksi people power di Surabaya. Ini disampaikan usai doa bersama peringatan peristiwa 13 Mei, yang digelar di Gereja Santa Maria Tak Bercela (SMTB), pada Senin (13/5/2019) malam.
Pernyataan ini diucapkan melalui deklarasi, yang diikuti seluruh jemaat gereja dan masyarakat lintas agama. Mereka menilai, pelaksanaan Pemilu 2019 sudah berlangsung dengan lancar, aman, transparan, dan jujur.
Menurut Oto Bambang Wahyudi salah satu deklarator, adanya aksi people power itu akan mencederai nilai-nilai demokrasi. Selain itu juga bisa berakibat memecah belah bangsa.
Dia berharap, adanya kesadaran bahwa persatuan lebih penting daripada mengakibatkan konflik. Sebab konflik akan membawa korban, kerusakan moril dan berdampak pada kelangsungan dari negara ini.
“Dengan adanya people power itu akan merusak sistem demokrasi kita. Itu juga akan merusak kerukunan antar umat yang ada di Indonesia, ini yang harus kita hindarkan. Setelah selesai Pemilu mari kita kembali bersatu. Pasangan 01 dan 02 kalau dijumlah itu 3. Artinya sesuai sila ketiga adalah Persatuan Indonesia,” kata dia.
Pada peringatan peristiwa 13 Mei ini, kata dia, merupakan momentum yang ia dambakan selama ini. Sebab, semua lintas agama berkumpul dan menciptakan rasa kerukunan.
“Adanya momen ini, ayo kita kembali rukun bahwa perbedaan itu indah dan Bhinneka Tunggal Ika satu satunya hanya ada di Indonesia. Untuk Jatim kita semua tidak ada masalah dengan sesama umat beragama. Kita melakukan deklarasi itu secara spontan tadi, bahwa people power merusak bangsa kita,” kata dia.
Di kesempatan yang sama, Kombes Pol Frans Barung Mangera Kabid Humas Polda Jatim mengaku sudah mengantisipasi gerakan itu. Dalam hal ini, pihak kepolisian siap menghadapi pergerakan-pergerakan yang menimbulkan kegaduhan dan kericuhan.
“Kepolisian di wilayah Jatim sudah siap menghadapi itu. Kami siap bersama dengan TNI dan stakeholder lainnya, untuk menciptakan kondusifitas di Jatim,” kata dia. (ang/dwi)