Komisi B DPRD Kota Surabaya menduga beberapa Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sejumlah pasar di Surabaya tidak maksimal, karena tidak tertagih. Salah satunya di Pasar Loak Dupak Rukun, Jalan Dupak yang masih ngendon sampai Rp 2 miliar.
Anugrah Ariyadi Wakil Ketua Komisi B mengatakan, dari 83 pasar di Surabaya ia mengambil sample Pasar Loak Dupak yang ternyata tunggakan sewa standnya mencapai Rp 2 Miliar lebih. Hal itu diketahui setelah melakukan hearing dengan Kepala Pasar Loak Dupak di ruang Komisi B DPRD Surabaya, Rabu (24/7/2019).
“Karena pengalaman-pengalaman direksi yang lalu ketika Komisi B mengadakan hearing terkait PDPS, selalu direksinya dan kepala unitnya tidak hadir. Sehingga permasalahannya tidak pernah terkuak,” kata Anugerah usai hearing.
Anugrah meminta Perusahaan Daerah Pasar Surya (PDPS) segera berbenah dan lebih mandiri sehingga bisa menghidupi pasar-pasar yang ada di Surabaya. Dia mencontohkan, bila tunggakan pembayaran stand itu bisa tertagih maka bisa menghidupi kemajuan pasar di Surabaya.
“Bayangkan jika di tiap tahun bisa tertagih Rp 2 M lebih, kita bisa menghidupi PDPS secara keseluruhan. Ini hanya satu pasar saja yang diketahui, padahal di Surabaya ada hampir 83 unit pasar. Kalau tidak kita panggil, kita gak bakal tahu pokok masalahnya,” ujar dia.
Sementara itu, Sukarman Kepala Pasar Loak Dupak mengatakan, dari 83 pasar tradisional dan modern di kota Pahlawan total pendapatan yang dihasilkan belum begitu optimal. Lantaran di lapangan ada oknum-oknum pedagang yang enggan untuk membayar sewa stan, seperti Pasar Loak, di Jalan Dupak Rukun.
Di pasar itu, kata Sukarman, para pedagang yang menempati stan pasar dengan ikon barang bekas tersebut tidak membayar stand sejak tahun 1999.
“Totalnya ada 2.483 pedagang. Retribusinya beragam, per lima meternya harus membayar Rp34.550 per bulan, sedangkan stand berukuran sembilan membayar Rp50.000 per bulan dan untuk stand ukuran 18 meter membayar Rp83.100 per bulan,” kata Sukarman.
Sukarman mengaku, hanya mendapat Rp180 juta dari sewa stand beberapa pedagang. Menurutnya, jika 2.483 pedagang tersebut mentaati peraturan, PDPS bisa mendapatkan PAD sebanyak Rp108 juta per bulan. Pihaknya menjelaskan, dalih dari para pedagang yang tidak mau membayar tagihan itu dilandasi dengan alasan beragam.
“Ketika petugas menagih mereka ngersulo (alasan) tidak memiliki uang, ada yang bilang dagangannya belum laku. Kalau menurut saya mereka bisa bayar, wong ben tahun ono sing munggah kaji (padahal setiap tahun ada yang pergi ibadah haji,red),” katanya.
Selama ini dirinya telah melakukan berbagai upaya. Di antaranya memanggil pihak pedagang dari 1.100 yang belum memiliki buku rekening untuk membayar tagihan setiap bulan.
Pemanggilan tersebut dilakukannya sejak Selasa, (16/7/2019) lalu. Sebanyak 100 pedagang per hari yang belum memiliki buku rekening ia panggil untuk berkoordinasi terkait pembayaran stand.
“Jadi, progresnya nanti setelah panggilan ini selesai, nanti akan kelihatan apa saja kendalanya,” katanya.
Ia menambahkan, penarikan uang sewa tidak semudah yang dibayangkan. Karena, ia mengetahui ada berbagai ancaman dari beberapa pedagang yang enggan ditagih. Dirinya pun juga sudah bersama juru tagih untuk mengingatkan pedagang agar mau membayar uang sewa stan di pasar loak tersebut. Kendati demikian, pihaknya hanya bisa pasrah dan mengadukan permasalahan ini ke Dewan Komisi B.
“Peraturannya, jika mereka tidak bayar stan selama tiga bulan berturut-turut, pedagang akan diperingatkan berupa penyegelan stan. Itu bisa dilakukan, namun belum bisa dilaksanakan di Pasar Loak. Bisa-bisa nyawa terancam. Belum lagi ada berbagai ancaman dan lainnya,” katanya. (bid/dwi/rst)