Spanduk dan “banner” bertuliskan penolakan warga Kota Surabaya, Jatim, membayar sewa atau retribusi surat ijo kepada pemerintah kota setempat mulai marak di beberapa kawasan di Kota Surabaya.
Bambang Sudibyo Ketua Gerakan Pejuang Hapus Surat Ijo, di Surabaya, Rabu (6/2/2019), mengatakan aksi pemasangan spanduk dan banner di rumah-rumah maupun gang-gang itu dilakukan secara swadaya oleh warga yang menempati tanah surat ijo.
“Pemasangan spanduk dan banner itu akan berlangsung terus menerus dengan melibatkan sekitar puluhan ribu pemegang surat ijo,” katanya dilansir Antara
Berdasarkan laporan yang masuk, spanduk dan banner tersebut terpasang di Kertajaya, Perak Timur, Perak Barat, Kertajaya, Barata, Bratang, Dukuh Kupah Barat, Dukuh Kupang Timur, Pucang, Jagir, dan beberapa wilayah lainnya di Surabaya.
Ia mengatakan, apa yang dilakukan mereka itu tidak lepas dari rekomendasi Komisi A DPRD Jatim usai dengar pendapat dengan warga pemegang surat ijo, BPN, Pemkot Surabaya dan Pemprov Jatim pada 24 September 2018 lalu.
Rekomendasi itu di antaranya Pemkot Surabaya harus mencabut Perda 16 Nomor 2014 tentang Pelepasan Tanah Aset Pemkot Surabaya, Perda 3/2016 tentang Izin Pemakaian Tanah, dan Perwali 9/2018 tentang Perubahan Tarif Retribusi Kekayaan daerah.
“Rekomendasi lainnya adalah Pemkot tidak memungut retribusi tanah surat ijo,” ujarnya.
Ia menambahkan selama ini warga harus membayar pajak bumi dan bangunan (PBB) dan retribusi surat tanah ijo. Warga keberatan karena harus membayar dua kali dalam satu objek.
Bahkan, masih lanjut dia, retribusi tanah surat ijo itu lebih mahal dibandingkan dengan PBB sehingga hal itu membuat warga menjadi resah. “Bayangkan saja, membayar retribusi surat ijo lebih mahal tiga kali lipat dibandingkan membayar PBB. Kan kasihan mereka,” katanya.
Terkait rencana rapat dengar pendapat dengan Komisi A DPRD Surabaya yang rencananya pada Rabu ini ternyata gagal karena diundur. Ia sendiri tidak tahu menahu alasan gagalnya rapat tersebut.
Sementara itu, Theresia Maria Ekawati Rahayu Kepala Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah Kota Surabaya, sebelumnya mengatakan pihaknya akan memberikan surat peringatan kepada pemegang surat tanah ijo yang tidak membayar retribusi.
“Kan sudah tercantum dalam surat izin bahwa kewajiban pemegang izin (surat ijo, red) adalah membayar retribusi. Jika terlambat akan dikenakan denda,” katanya.
Ia menambahkan, selama ini masih banyak pemegang surat ijo yang rutin membayar. Kalau nantinya ada yang mengancam tidak membayar. Ia berharap tidak berpengaruh terhadap pendapatan dari sektor retribusi tanah surat ijo.
Untuk diketahui, Hak Pengelolaan Lahan (HPL) di Kota Surabaya atau sering disebut Surat Ijo adalah Tanah yang statusnya Hak Pengguna Lahan jadi status tanah tersebut masih milik Pemerintah Kota. Surat Ijo itu diberikan oleh pemerintah pada zaman dulu untuk memudahkan pemerintah mengindentifikasi asset milik Pemkot. Sehingga tanah tersebut hanyalah tanah Garapan atau tanah hijau yang umumnya di pakai untuk perumahan karyawan oleh pemerintah Hindia-Beanda pada waktu itu.
Saat ini, Surat Ijo seluas 1.200 hektare tersebar di 23 kecamatan di Surabaya. Tanah surat ijo itu sendiri terdiri dari 46 ribu persil dan dihuni sekitar 400 ribu jiwa. Setiap tahun mereka harus membayar sewa ke Pemkot Surabaya selain membayar PBB.(ant/tin/iss)