Perwakilan Solidaritas Masyarakat Surabaya, Senin (4/2/2019) siang berkumpul di Kantor Kontras Surabaya untuk menyuarakan penolakan remisi presiden atas terpidana Nyoman Susrama.
Penolakan disampaikan dalam jumpa pers diikuti tanda tangan surat terbuka yang ditujukan kepada Joko Widodo Presiden RI. Penandatanganan berlangsung sejak jam satu siang, disaksikan awak media dan perwakilan Solidaritas Masyarakat Surabaya di Jalan Hamzah Fansuri 41 Surabaya.
Solidaritas Masyarakat Surabaya yang terdiri dari Kontras Surabaya, LBH Surabaya, HRLS Universitas Airlangga, Pusham Universitas Surabaya, CMARs, PUSAD UMS, Jawa Pos , AJI Surabaya, dan beberapa kampus di Surabaya menulis surat yang isinya mendesak pencabutan remisi untuk Nyoman Susrama yang merupakan otak pembunuhan jurnalis Prabangsa, penuntasan kasus kekerasan pada jurnalis, dan penghentian praktik pemberian impunitas.
Elemen masyarakat sipil itu menilai, pemberian remisi pada Susrama mengusik rasa keadian dan mencederai perjuangan keadilan Prabangsa. Pemberian remisi pada Susrama juga belum ada prosedur dan syarat yang jelas.
“Pemerintah belum mampu menjelaskan obyektifitas dalam pemberian remisi. Misalnya berkaitan kelakuan baik, narapidana yang diberikan remisi layak atau tidak mendapat remisi, ” ujar Wachid Habibilah dari LBH Surabaya.
Dalam kasus Susrama, menurut Wachid mencederai rasa keadilan masyarakat. Jadi ada celah presiden untuk mencabut remisi ini.
Sementara Herlambang Wiratraman dari HRLS Universitas Airlangga mengatakan, pencabutan remisi ini penting di Indonesia karena berkaitan dengan adanya impunitas pengungkapan kasus-kasus kekerasan.
“Untuk memberikan pelajaran dan pembelajaran terutama politik hukum penegakan pers yang masih jauh dari ideal,” kata Herlambang.
Pengungkapan kasus hukum pada jurnalis tidak pernah benar-benar dipecahkan. Selain itu ada tanggung jawab pemerintah untuk menjamin kebebasan warga mendapat informasi dan disitu ada peran jurnalis.
Selain itu pengungkapan kasus Prabangsa juga istimewa. Jadi menurutnya sayang sekali bersamaan dengan peringatan hari pers ini justru malah dicederai dengan penegakan hukum kasus istimewa. Padahal tidak semua kasus serupa terungkap.
Pencabutan remisi yang diinisiasi masyarakat sipil Surabaya yang bergabung dalam Solidaritas Masyarakat Surabaya ini bentuk kepedulian masyarakat yang menganggap isu jurnalisme masih jadi ruang publik yang harus di perjuangkan. Prabangsa bekerja untuk mengungkap korupsi tapi justru dibunuh. Dengan ini hak publik (untuk tahu) juga terancam.
Miftah Faridl Ketua AJI Surabaya yang juga hadir dalam penandatangan surat terbuka penolakan remisi pada Susrama bilang, “Semua masyarakat harus terlibat dalam perlindungan pers sebagai ruang publik.”
Harapannya gerakan ini juga terjadi di semua daerah melibatkan masyarakat. AJI juga akan terus mengawal dan mengampanyekan kasus ini. Karena ini bukan soal jurnalisme saja tapi juga untuk memenuhi hak masyarakat sejak pembunuhan Prabangsa.
AJI bahkan membentuk tim investigasi khusus dan mendesak kepolisian untuk mengungkap kasus itu. Saat ini upaya serupa masih terus dilakukan lewat aksi unjuk rasa atau kampanye.
Sebelumnya, pemerintah memberikan remisi pada Susrama terpidana seumur hidup menjadi terpidana 20 tahun. Dasar pemberian remisi Keppres 174 Tahun 1999. Pemberian remisi mendapatkan penolakan dari berbagai elemen masyarakat terutama jurnalis.
Surat keberatan yang ditandatangani Solidaritas Masyarakat Surabaya tersebut akan jadi syarat peninjauan kembali remisi pada Susrama, sesuai UU Nomor 30/ 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.(mar/tin/ipg)